Click Here For Free Blog Templates!!!
Blogaholic Designs

Pages

Friday, July 11, 2014

Kasus Pelanggaran HAM yang belum selesai.

TRAGEDI MEI 1998
Mari kita kembali saja reformasi. Enam belas tahun lalu atau 12 Mei 1998, situasi Indonesia khususnya Ibu Kota Jakarta sedang genting. Kerusuhan Mei 1998 adalah kerusuhan yang terjadi di Indonesia pada 13 Mei-15 Mei 1998, khususnya di Ibu Kota Jakarta namun juga terjadi di beberapa daerah lain. Kerusuhan ini diawali oleh krisis finansial Asia dan dipicu oleh tragedi Trisakti di mana empat mahasiswa Universitas Trisakti ditembak dan terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei 1998 karena menuntut Presiden Soeharto mundur. Demonstrasi mahasiswa untuk menuntut reformasi dan pengunduran diri Presiden Soeharto kian membesar tiap hari. Dan kita tahu, aksi itu akhirnya melibatkan rakyat dari berbagai lapisan. Salah satu momentum penting yang menjadi titik balik perjuangan mahasiswa adalah peristiwa yang menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti, Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendrawan Sie. Mereka ditembak aparat keamanan saat melakukan aksi damai dan mimbar bebas di kampus A Universitas Trisakti, Jalan Kyai Tapa Grogol, Jakarta Barat. Aksi yang diikuti sekira 6.000 mahasiswa, dosen, dan civitas akademika lainnya itu berlangsung sejak pukul 10.30 WIB. Tewasnya keempat mahasiwa tersebut tidak mematikan semangat rekan-rekan mereka. Justru sebaliknya, kejadian itu menimbulkan aksi solidaritas di seluruh kampus di Indonesia. Apalagi, pemakaman mereka disiarkan secara dramatis oleh televisi. Keempat mahasiswa itu menjadi martir dan diberi gelar pahlawan reformasi.  Puncak dari perjuangan itu adalah ketika Soeharto mengundurkan diri sebagai presiden pada Kamis, 21 Mei 2008.
Fakta menunjukkan bahwa yang disebut korban dalam kerusuhan Mei 1998 adalah orang-orang yang telah menderita secara fisik dan psikis dan banyak kerugian lainnya diantaranya :
a.      Kerugian material. adalah kerugian bangunan, seperti toko, swalayan, atau rumah yang dirusak, termasuk harta benda berupa mobil, sepeda motor, barang-barang dagangan dan barang-barang lainnya yang dijanh dan/atau dibakar massa. Temuan tim menunjukkan bahwa korban material ini bersifat lintas kelas sosial, tidak hanya menimpa etnis Cina, tetapi juga warna lainnya. Namun yang paling banyak menderita kerugian material adalah dari etnis Cina.
b.      Korban kehilangan pekerjaan. adalah orang-orang yang terlibat terjadinya kerusuhan, karena gedung atau tempat kerjanya dirusak, dijarah dan dibakar, membuat mereka kehilangan pekerjaan atau sumber kehidupan. Yang paling banyak kehilangan pekerjaan adalah anggota masyarakat biasa.
c.       Korban meninggal dunia dan luka-luka. adalah orang-orang yang meninggal dunia dan luka-luka saat terjadinya kerusuhan. Mereka adalah korban yang terjebak dalam gedung yang terbakar, korban penganiayaan, korban tembak dan kekerasan lainnya.
d.      Korban penculikan. Adalah mereka yang hilang/diculik pada saat kerusuhan yang dilaporkan ke YLBH Kontras dan hingga kini belum diketemukan, mereka adalah :
1.      Yadin Muhidin (23 tahun) hilang di daerah Senen
2.      AbdunNasir (33 tahun) hilang di daerah Lippo Karawaci
3.      Hendra Hambali (19 tahun) hilang di daerah Glodok Plaza
4.      Ucok Siahaan (22tahun) hilang tidak diketahui di mana

Selain penembakan empat mahasiswa Trisakti dalam tragedi Mei 1998, juga terjadi tragedi kemanusiaan. Dimana tragedi kemanusiaan ini menyisakan banyak keprihatinan dan tanya bagi banyak orang, khususnya bagi para keluarga korban yang harus kehilangan keluarga dengan cara paksa, perempuan yang menjadi korban pemerkosaan dan etnis Tionghoa yang dijadikan korban kekejaman para pihak yang tidak bertanggungjawab. Etnis Cina dan perempuan adalah target paling lemah dan mudah dituju. Puluhan atau bahkan mungkin ratusan perempuan etnis Cina menjadi korban pelecehan seksual dan perkosaan yang terjadi ketika rumah-rumah atau toko-toko mereka dibakar dan dijarah pada tanggal 13 dan 14 Mei dulu di Jakarta. Begitu biadabnya para pelaku seolah mereka sudah tidak memiliki rasa perikemanusian sedikitpun. Para korban, tidak saja dilecehkan atau diperkosa, tapi ada pula yang dicekik dan dibunuh. Sebagian korban mengalami gangguan jiwa sangat
serius.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang umumnya dikenal dengan nama Komnas Perempuan adalah salah satu Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia (National Human Rights Institution/NHRI) dengan mandat khusus Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Kekhususan mandat tersebut juga ditunjukan oleh kesejarahan yang mendasari lahirnya Komnas Perempuan pada 15 Oktober 1998 berdasarkan Kepres No. 181 Tahun 1998 yang kemudian diperbaharui dengan Perpres No. 65 Tahun 2005. Ketika itu gerakan perempuan mendesak pemerintah untuk penyelesaian kasus kekerasan terhadap perempuan, yakni perkosaan yang terjadi secara massal terhadap perempuan, terutama etnis Tionghoa serta tuntutan agar negara memenuhi hak perempuan korban atas kebenaran, keadilan, dan pemulihan. Tragedi kemanusiaan itu lebih dikenal dengan Tragedi Mei 1998.

Dari hasil verifikasi dan uji silang terhadap data yang ada, menjadi nyata bahwa tidak mudah memperoleh data yang akurat untuk menghitung jumlah korban kekerasan seksual, termasuk perkosaan. TGPF menemukan adanya tindak kekerasan seksual di Jakarta dan sekitarnya, Medan dan Surabaya. Dari jumlah korban kekerasan seksual yang dilaporkan, yang telah diverifikasi (diuji menurut tingkatan sumber informasi) oleh TGPF sampai akhir masa kerjanya adalah sebagai berikut:
v  Perkosaan:
52 orang korban perkosaan:
a. Yang didengar langsung 3 korban ;
b. Yang diperiksa dokter secara medis: 9 orang korban;
c. Yang diperoleh keterangan dari orang tua korban;
3 orangkorban;
d. Yang diperoleh melalui saksi (perawat, psikiater,
psikolog): 10 orang korban;
e. Yang diperoleh melalui kesaksian rohaniawan/pendamping
(konselor): 27 orang korban.
v  Korban Perkosaan dengan penganiayaan:
14 orang korban
a. Yang diperoleh dari keterangan dokter: 3 orang korban;
b. Yang diperoleh dari keterangan saksi mata (keluarga): 10 orang korban;
c. Yang diperoleh dari keterangan konselor: 1 orang korban
v  Korban Penyerangan/penganiayaan seksual:
10 orang korban :
a. Yang diperoleh dari keterangan korban: 3 orang korban;
b. Yang diperoleh dari keterangan rohaniawan: 3 orang korban;
c. Yang diperoleh dari keterangan saksi (keluarga): 3 orang korban;
d. Yang diperoleh dari keterangan dokter : 1 orang korban’
v  Korban pelecehan seksual:
9 orang korban
a. Yang diperoleh dari keterangan korban: 1 orang korban;
b. Yang diperoleh dari keterangan saksi: 8 orang korban (dariJakarta).
Ratusan manusia menjadi korban, dengan amat mengenaskan mereka terpanggang kobaran api di dalam Yogya Plaza, Kleder, Jakarta Timur setelah diperkosa. Tragedi ini tidak hanya terjadi di Jakarta, namun terjadi juga di kota-kota besar lainnya di Indonesia. Tragedi ini merupakan rentetan kejadian yang memilukan, dimana sehari sebelumnya (12 Mei 1998) empat mahasiswa Universitas Trisakti menjadi korban penembakan oleh aparat TNI pada saat menggelar aksi menuntut Reformasi. Kejadian 11 tahun silam tersebut adalah sejarah kelam bangsa ini. Namun sampai dengan saat ini tak juga ada pertanggungjawaban pemerintah atas terjadinya tragedi Mei 1998.
KOMENTAR DAN TANGGAPAN SAYA MENGENAI KEJADIAN DI ATAS.
MENGENAI TRAGEDI PENEMBAKAN EMPAT MAHASISWA TRISAKTI
Menurut saya, peristiwa kerusuhan 13-15 Mei 1998 adalah tragedi nasional yang sangat menyedihkan dan merupakan satu aib terhadap martabat dan kehormatan manusia, bangsa dan negara secara keseluruhan. Pemerintah maupun masyarakat harus secara sungguh-sungguh mengambil segala tindakan untuk mencegah terulangnya peristiwa semacam kerusuhan tersebut. Adalah mendesak bahwa perhatian dan solidaritas semua pihak diwujudkan secara nyata kepada para korban dan keluarga korban, sehingga pemulihan hak-hak yang dilanggar dapat diwujudkan secara bersama. Kehormatan kita sebagai satu bangsa yang beradab juga ditentukan sejauhmana bangsa kita dapat mengoreksi kelemahan dan kekurangannya, secepat apa kita menghilangkan rasa takut dan mewujudkan rasa tenteram dan aman untuk setiap orang tanpa terkecuali.
Menurut saya, mahasiswa melakukan demonstrasi ada alasannya. Yakni ingin Soeharto mundur dari Presiden karena tidak mampu menangani masalah krisis dan kejenuhan masyarakat Indonesia dengan keotoriteran Soeharto. Wajar kalau mahasiswa menuntut seperti itu. Karena Presiden Soeharto sudah menjabat Presiden lama bertahun-tahun berkali-kali periode. Kepemimpinan yang terlalu lama juga akan membuat kediktatoran dalam suatu negara. Banyak kejadian pelanggaran HAM seperti Petrus (penembak misterius) pada orang yang tidak pro dengan Soeharto dimana jika pada malam hari merencanakan demo esoknya orang yang merencanakan aksi demo itu hilang tanpa jejak. Mungkin maksud Soeharto baik yakni agar tidak terjadi kerusuhan. Namun, dengan adanya petrus tersebut, berarti telah menghilangkan Hak Asasi Manusia dalam mengemukakan pendapat.
Selain itu pada masa Soeharto rakyat merasa sangat dikekang. Hak memilih rakyat dikendalikan oleh Soeharto dimana rakyat harus memilih Partai Golkar tidak boleh yang lain. Kalau ada yang melanggarnya, maka akan dijatuhi sanksi. Hal ini mencerminkan Pemilu selama beberapa periode seperti tidak berjalan Cuma angin lewat saja. Jadi, wajar jika mahasiswa dan rakyat menginginkan wajah baru Presiden yang pro rakyat.

Isu tentang HAM di Indonesia, sebenarnya bukan barang yang baru, karena sesungguhnya masalah HAM sudah disinggung oleh para founding fathers Indonesia, walaupun tidak disebutkan secara jelas yakni di dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea 1 : “ Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Dengan adanya penghargaan HAM pada Mei 1998 maka aparat penegak hukum wajib menjalankan penyelidikan seperti apa yang telah tercantum dalam Pasal 18 Ayat 1 UU No 26 Tahun 2000
HAM berupa hak hidup manusia pun dilanggar disini.Pasal 28j ayat 1 dan 2 (amandemen ke 2) yang intinya setiap manusia wajib menghormati hak asasi manusia dan wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. Tapi mana aplikasinya? Membunuh merupakan hal mudah yang dilakukan oleh mereka yang melindungi tujuannya agar tidak gagal. Jelaslah maka sebenarnya kebhinekaan yang dimaksud oleh mereka adalah kebhinekaan materialis dan bukan kebhinekaan Pancasilais. Akhirnya kita harus waspada dengan segelintir orang yang mengaku-ngaku nasionalis padahal tidak Pancasilais.
Lalu siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas kematian empat mahasiswa Trisakti karena luka tembak ?
Dalam UU No 26 Tahun 2000 Pasal 42 berbunyi :
(1) Komandan militer atau seseorang yang secara efektif bertindak sebagai komandan militer dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindak pidana yang berada di dalam jurisdiksi Pengadilan Hak Asasi Manusia, yang dilakukan pasukan yang berada di bawah komando dan pengendaliannya yang efektif atau di bawah kekuasaan dan pengendaliannya yang efektif dan tindak pidana tersebut merupakan akibat dari tidak dilakukannya pengendalian pasukan
secara patut, yaitu:
a. komandan militer atau seseorang tersebut mengetahui, atau atas dasar keadaan saat itu, seharusnya mengetahui bahwa pasukan tersebut sedang melakukan atau baru saja melakukan pelanggaran berta hak asasi manusia; dan
b. Komandan militer atau seseorang tersebut tidak melakukan tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut atau menyerahkan pelakunya pada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan;
(2) Seseorang atasan, baik polisi maupun sipil lainnya bertanggung jawab secara pidana terhadap pelanggaran berat hak asasi manusia yang dilakukan oleh bawahannya yang berada di bawah kekuasaan dan pengendaliannya yang efektif, karena atasan tersebut tidak melakukan pengendalian terhadap bawahannya secara patut dan benar.
a. atasan tersebut mengetahui atau secara sadar mengabaikan informasi yang secara jelas menunjukkan bahwa bawahan sedang melakukan atau baru saja melakukan pelanggaran berat hak asasi manusia; dan
b. atasan tersebut tidak mengambil tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kewenangannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut atau menyerahkan pelakunya pada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.

Jadi menurut saya yang bertanggung jawab atas tewasnya empat mahasiswa Trisakti karena luka tembak adalah
1.      Seorang komandan militer atau seorang atasan yang memimpin operasi Mei 1998 lalu dimana komandan tersebut memerintahkan anak buahnya untuk menghadang perusuh yang sedang demonstrasi.
2.      Anak buah atau pihak militer (bukan komandan) yang terbukti maupun yang belum terbukti melakukan penembakan terhadap empat mahasiswa Trisakti.

Maka dari itu, pihak Komnas HAM perlu meminta keterangan dari komandan militer yang memimpin operasi Mei 1998 dulu seperti Wiranto dan Prabowo Subianto. Namun dalam meminta keterangan, ada kendala yakni kurang kooperatifnya pihak komandan militer dalam operasi Mei 1998. Hal ini membuat keluarga korban dan bangsa Indonesia semakin putus asa karena kasus tonggak reformasi yang belum tuntas sampai sekarang.
Menurut saya, hanya ada kebesaran hati komandan militer operasi Mei 1998 untuk rela diperiksa dan bertanggung jawab atas kejadian dahulu.

TANGGAPAN TRAGEDI PEMERKOSAAN KETURUNAN TIONGHOA 1998

Kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM), dalam bentuk kekerasan fisik, psikis, dan seksual. Kekerasan terhadap perempuan dalam konteks Indonesia juga merupakan pelanggaran hak-hak konstitusi warga negara, khususnya hak atas perlindungan diri dan hak atas rasa aman (Pasal 28G (1)), hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin serta mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat (Pasal 28H (1)) serta hak untuk bebas dari perlakuan yang diskriminatif atas dasar apapun dan hak atas perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif (Pasal 28 I (2)), hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28 (2)), serta hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (Pasal 27 (1)) dan Pasal 28 d (1)).
Tragedi pemerkosaan keturunan Tionghoa ini juga sebagai gerakan anti Cina dimana kejadian ini merupakan kejahatan genosida dimana juga ada kejahatan kemanusiaan. Yang dimaksudkan dengan kejahatan genosida adalah :
“setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis dan
kelompok agama, dengan cara:
Lalu siapa yang harus bertanggung jawab dengan tragedi pemerkosaan massal 1998 ini ?
Yang bertanggung jawab pada tragedi yang memilukan ini adalah para pelaku pelecehan seksual. Namun, tragedi ini seakan menghilang jejaknya tanpa diusut siapa tersangkanya. Karena pihak penyelidik kesulitan dalam melakukan penyelidikan karena pihak korban yang kurang kooperatif karena masih trauma.
Mungkin para pejabat masih hidup dengan kegemaran lama :  menutupi bahwa peristiwa itu memang terjadi, karena sampai hari ini belum ada laporan tentang peristiwa perkosaan di seputar kerusuhan kepada instansi pemerintah. Menurut saya, sebab permasalahan belum ada laporan korban pelecehan seksual sederhana  yakni :
Pertama, di negeri ini, dan dimanapun juga, “diperkosa” adalah kondisi yang dianggap sebagai aib atau cacat yang sangat besar. Dan karenanya para korban dan keluarganya niscaya untuk merahasiakan peristiwa yang menimpa dirinya.
Kedua, karena penderitaan fisik dan batin yang sangat berat, para korban dan saksi mata hanya akan bercerita dengan susah payah, kepada orang-orang yang sungguh dia/mereka percayai. Tiadanya laporan kepada instansi-instansi pemerintah persis menunjukkan sebuah gejala bahwa selama ini instansi-instansi pemerintah tersebut tidak atau belum mendapat kepercayaan dari orang-orang yang mengalami peristiwa itu.

Maka jangan heran apabila komunitas internasional memandang bangsa Indonesia dengan sebelah mata, seperti memandang sekawanan makhluk barbar. Jangan pula heran kalau investasi luar negeri tak juga mau datang ke Indonesia.
Dari ‘tiadanya’ laporan perkosaan kepada instansi pemerintah, tidak bisa disimpulkan bahwa perkosaan itu tidak terjadi.

Inilah saran saya kepada beberapa pihak yang mungkin dapat menyelidiki tragedi ini lebih lanjut :
A.      Pemerintah
1.      Pemerintah perlu melakukan penyelidikan lanjutan terhadap sebab-sebab pokok dan pelaku utama peristiwa kerusuhan 13-15 Mei 1998, dan kemudian menyusun serta mengumumkan mengenai siapa peranan dan tanggung jawab serta keterkaitan satu sama lain dari semua pihak yang bertalian dnegan kerusuhan tersebut. Untuk itu, pemerintah perlu melakukan penyelidikan dalam seluruh proses yang menimbukan terjadinya kerusuhan.
2.      Pemerintah harus segera memberikan jaminan keamanan bagi saksi dan korban dengan membuat undang-undang dimaksud.
3.      Pemerintah perlu membuat UU tentang anti diskriminasi sosial.
4.      Mengintegrasikan hak-hak asasi perempuan dalam seluruh kerangka reformasi sektor keamanan;
5.      Mengambil langkah-langkah khusus, bersama organisasi-organisasi perempuan, termasuk Komnas Perempuan untuk meningkatkan efektivitas keseluruhan sistem peradilan dalam menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan terutama kekerasan seksual;
6.      Pembekalan dan peningkatan kapasitas para penegak hukum terkait isu kekerasan seksual dan kekerasan terhadap perempuan.

KRITIKAN SAYA

Sebuah ‘kejahatan publik’ yang sistematis dan terorganisir hanya bisa dihadapi dan diperbaiki dengan usaha ‘anti kejahatan publik’ yang sistematis dan terorganisir juga. Maka pembongkaran ini hanya bisa dilakukan dengan jaringan kerja sama berbagai pihak: para korban maupun saksi mata, warga negara biasa maupun para petinggi, gabungan berbegai agama maupun kelompok para relawan kemanusiaan, para ahli maupun awam, para buruh maupun mahasiswa, kelompok asosiasi maupun instansi-instansi pemerintah.
Kepada para pejabat pemerinrah, Anda semua punya kepentingan khusus dengan tragedi massal yang sudah terjadi, persis karena Anda semua menganggap diri sebagai manajer hidup bersama di negara-bangsa ini. Khusus kepada para perwira dalam jajaran intelijen dan ABRI, Anda semua punya kepentingan khusus dengan tragedi massal yang sudah terjadi, persis karena Anda semua menganggap diri sebagai manajer keamanan hidup bersama di negara-bangsa ini. Anda semua bisa memberikan bantuan yang berarti bagi pembongkaran peristiwa ‘perkosaan massal’ dan ‘pengrusakan-pembakaran’ ini.
Saya tahu bahwa Anda semua begitu fasih dan keras mengawasi, menyelidiki dan menginteli apa dan siapa saja: dari hidup para buruh sampai asongan, dari kegiatan para mahasiswa sampai para purnawirawan, dari kelompok diskusi sampai para aktivis kemanusiaan, dari buku yang terbit sampai isi pembicaraan di berbagai pertemuan.
Karena Anda sudah melakukannya selama berpuluh-puluh tahun. Hampir tak satupun, kegiatan di masyarakat yang lolos dari layar pengawasan Anda. Maka jadilah sebuah pola yang sudah berlangsung begitu lama: rentetan ijin bagi berbagai kegiatan, atau penangkapan terhadap siapa saja yang tidak Anda inginkan. Kalau keahlian dan kefasihan mengawasi setiap kegiatan dalam masyarakat sudah terbukti selama ini, Anda dan jajaran teman-teman Anda tentu dengan mudah dapat mengenali dan menemukan jaringan para perencana dan pelaku perkosaan massal serta pengrusakan,pembakaran yang berskala seluas dan sebesar pertengahan Mei 1998 itu.
“Gajah di pelupuk mata tak tampak” mungkin berlaku bagi satu atau dua orang diantara Anda. Itu biasa. Tetapi tentulah tidak berlaku bagi ribuan petinggi dan perwira dari instansi-instansi penjaga keamanan bangsa dan negara. Pastilah begitu banyak perwira dalam jajaran Anda tahu persis jaringan perencana dan pelaku kerusuhan serta perkosaan massal yang berskala seluas dan sebesar itu. Selain muncul dari dan bagi keprihatinan yang mendalam, Semoga kritikan ini juga berguna untuk Anda semua.
Kalau Anda – anda sekalian tak berkenan untuk dimintai keterangan maupun pertanggungjawaban, jangan salahkan jika semakin banyak warga dan kelompok masyarakat berkeyakinan bahwa berbagai instansi ‘pemerintah’ dan ‘penjaga keamanan bangsa’ adalah instansi kosong yang tak berfungsi. Atau, instansi-instansi itu dihuni dan berfungsi tetapi para penghuninya telah merestui atau bahkan melakukan kolusi dalam peristiwa ‘perkosaan massal’ dan ‘pengrusakan-pembakaran’ itu.




0 comments:

Post a Comment