KATA
PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke Hadirat Tuhan yang Maha
Esa karena berkat, rahmat dan karuniaNya, saya dapat menyelesaikan tugas
makalah yang diberikan oleh Ibu Mintasih Indriayu selaku dosen mata kuliah Teori Ekonomi.
Terima kasih saya ucapkan kepada Ibu Mintasih Indriayu yang telah memberikan
tugas ini sehingga saya bisa lebih mengetahui dan memahami permasalahan
makroekonomi di Indonesia di Indonesia.
Dalam menyusun makalah ini saya
menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan sebab
pengetahuan dan pengalaman yang saya miliki belum luas.
Akhir kata ,semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Surakarta, Juni 2014
Penyusun
ABSTRAKSI
Tingkat
pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan lapangan kerja yang
relatif lambat menyebabkan masalah pengangguran di Indonesia menjadi semakin
serius. Masalah ini di pandang lebih serius lagi bagi mereka yang berusia 15-24
tahun yang kebanyakan mempunyai pendidikan yang lumayan. Karena mereka merasa
pendidikan yang sudah mereka dapatkan, ternyata belum dapat menjamin mereka
dapat bekerja. Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah
lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga
kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja. Selain itu juga
kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja.
Fenomena
pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja,
yang disebabkan antara lain;
1. Perusahaan
yang menutup/mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan
yang kurang kondusif,
2. Peraturan
yang menghambat inventasi,
3. Hambatan
dalam proses ekspor impor, dll.
Sejak
krisis pada pertengahan 1997 membuat kondisi ketenagakerjaan Indonesia ikut
memburuk. Sejak itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tidak pernah mencapai
7-8 persen. Padahal, masalah pengangguran erat kaitannya dengan pertumbuhan
ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi ada, otomatis penyerapan tenaga kerja juga
ada. Setiap pertumbuhan ekonomi satu persen, tenaga kerja yang terserap bisa
mencapai 400 ribu orang. Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 3-4 persen,
tentunya hanya akan menyerap 1,6 juta tenaga kerja, sementara pencari kerja
mencapai rata-rata 2,5 juta pertahun.
Dari
tahun ke tahun, pengangguran di Indonesia semakin bertambah, hal tersebut
mengakibatkan kacaunya stabilitas perkembangan ekonomi Indonesia. Oleh karena
itu, makalah ini akan membahas implikasi dari permasalahan pengangguran di
Indonseia yang masih mencuat sampai sekarang terhadap pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi di Indonesia.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................... 2
Abstraksi..................................................................................... 3
Daftar Isi..................................................................................... 4
Bab I : Pendahuluan.................................................................. 6 A. Latar
Belakang……………………………………………………..…..........................
A. Latar Belakang.............................................................................................. 6
B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 7
C.
Tujuan Penulisan............................................................................................ 8
D. Manfaat Penulisan......................................................................................... 8
E. Metodologi Penulisan.................................................................................... 8
Bab II :
Pembahasan ................................................................. 10
A.
Hubungan antara jumlah penduduk, tenaga kerja, angkatan kerja
...... dan kesempatan kerja................................................................................... 10
B. Pengangguran di Indonesia dan
Penyebabnya...........................................12
C. Kondisi masalah
pengangguran dan ketenagakerjaan kaitannya
dengan
kesempatan dan angkatan kerja di Indonesia dewasa
ini.....................................................................................................21
D.
Sajian Data
Pengangguran di Indonesia.....................................................26
E. Dampak
dari Pengangguran......................................................................28
F. Dampak
Pengangguran di wilayah regional ex : ASEAN.............................31
G. Masalah
makroekonomi yang ditimbulkan oleh pengangguran dalam mencapai kesempatan kerja
yang tinggi...................................................................33
H. Pengaruh
pengangguran terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.................................................................................................35
I.
Kebijakan pemerintah dalam menangani pengangguran di
Indonesia yang masih mencuat sampai
sekarang..........................................................................35
Bab III :
Penutup........................................................................ 47
A. Kesimpulan................................................................................................... 47
B. Saran............................................................................................................. 48
Daftar Pustaka............................................................................ 49
Bab I
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang
Ilmu ekonomi
sering dibedakan menjadi mikro dan makro ekonomi. Mikro ekonomi adalah
bagian dari ilmu ekonomi yang berkenaan dengan kegiatan-kegiatan ekonomi dari
unit-unit individual, sebagai bagian kecil dari keseluruhan kegiatan ekonomi,
seperti kehiduan suatu perusahaan, harga dan upah, pembagian pendapatan total
di antara berbagai industri. Ekonomi makro adalah bagian dari ilmu ekonomi yang
mempelajari masalah ekonomi secara keseluruhan ( totalitet / aggregatif ).
Maksud digunakannya istilah agregatif adalah untuk menekankan bahwa yang
menjadi yang menjadi pusat perhatiannya adalah variabel-variabel total, seperti
: pendapatan total (nasional/masyarakat/seluruh), tabungan masyarakat,
investasi total, konsumsi nasional atau pembelanjaan masyarakat, produksi
nasional, investasi total, dan bukannya penganalisaan yang terperinci atas
komponen-komponen yang bersifat total itu. Alat utama ekonomi makro adalah
pendapatan nasional dan analisa pendapatan nasional.
Sebuah
negara tidak akan pernah bisa
lepas dari berbagai macam permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya.
Terlebih pada negara – negara yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti
Indonesia. Seiring dengan perkembangan zaman, kegiatan ekonomi pun
semakin berkembang.
Indonesia
tergolong negara yang masih “muda” yang sedang dala proses pertumbuhan atau
dengan kata halus disebut “sedang membangun” atau “developing country”. Dunia ekonomi kita masih dalam transisi
(peralihan) dari masyarakat tradisional menuju masyarakat industri modern.
Sisa-sisa feodalisme masih kuat dan dalam hal demokrasi kita baru dalam tahap
“belajar”. (T.Gilarso : 2002)
Dalam
hal jumlah penduduk, Indonesia merupakan negara nomor empat yang terbesar di
dunia. Walaupun Tetapi dalam hal taraf hidup rakyat, persoalan ekonomi masih
merupakan tantangan yang berat : bagaimana menyediakan cukup makanan,
obat-obatan, pendidikan, dan pekerjaan untuk lebih dari 200 juta penduduknya.
Pendapatan per kapita masih tergolong rendah dan pembagian kekayaan sangat
tidak merata. Oleh karena itu Indonesia mempunyai masalah yang dari dulu belum
terselesaikan, salah satunya pengangguran.
Perekonomian
Indonesia sejak krisis ekonomi pada pertengahan 1997 membuat
kondisi ketenagakerjaan Indonesia ikut memburuk. Sejak itu, pertumbuhan
ekonomi Indonesia juga tidak pernah mencapai 7-8 persen. Padahal,
masalah pengangguran erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Jika
pertumbuhan ekonomi ada, otomatis penyerapan tenaga kerja juga ada. Setiap
pertumbuhan ekonomi satu persen, tenaga kerja yang terserap bisa mencapai
400 ribu orang. Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 3-4 persen, tentunya
hanya akan menyerap 1,6 juta tenaga kerja, sementara pencari kerja
mencapai rata-rata 2,5 juta pertahun. Sehingga, setiap tahun pasti ada sisa pencari
kerja yang tidak memperoleh pekerjaan dan menimbulkan jumlah pengangguran.di.Indonesia.bertambah.
Bayangkan,
pada 1997, jumlah penganggur terbuka mencapai 4,18 juta. Selanjutnya,
pada 2000 (5,81 juta), 2001 (8,005 juta), 2002 (9,13
juta) dan 2003 (11,35 juta). Sementara itu, data pekerja dan pengangguran menunjukkan,
pada 2001: usia kerja (144,033 juta), angkatan kerja (98,812 juta), penduduk
yang kerja (90,80 juta), penganggur terbuka (8,005 juta), setengah penganggur
terpaksa (6,010 juta), setengah penganggur sukarela (24,422 juta); pengangguran,
apalagi di tahun 2003
hingga 2013 jumlah penggangguran semakin bertambah dan mengakibatkan
kacaunya stabilitas perkembangan ekonomi Indonesia.
Angka
resmi tingkat pengangguran umumnya menggunakan indikator pengangguran terbuka,
yaitu jumlah angkatan kerja yang secara sungguh-sungguh tidak bekerja sama
sekali dan sedang mencari kerja pada saat survei dilakukan. Sementara yang
setengah pengangguran dan penganggur terselubung tidak dihitung dalam angka
pengangguran terbuka, karena mereka masih menggunakan waktu produktifnya selama
seminggu untuk bekerja meskipun tidak sampai 35 jam penuh.Sumber data
ketenagakerjaan seperti instansi yang bertanggung jawab dibidang
ketenagakerjaan yang berada di daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota tidak
pernah lagi mau mengirim data dan informasi ke pusat .Kondisi ini telah
mempengaruhi keberadaan data dan informasi ketenagakerjaan, yang pada akhirnya
data dan informasi ketenagakerjaan yang dipergunakan saat ini masih bertumpu
pada data dan informasi ketenagakerjaan yang bersifat makro. Data dan informasi
ketenagakerjaan makro tersebut, sampai saat ini belum mampu untuk menjawab
berbagai tantangan dan masalah ketenaga-kerjaan yang dihadapi.
Oleh karena
itu, Pemerintah menciptakan kebijakan-kebijakan makro ekonomi agar
pembangunan nasional dapat berjalan dengan baik dimana dapat mewujudkan
masyarakat yang maju, adil, dan makmur.
B. Rumusan Masalah
Melihat permasalahan bisnis di Indonesia
dari latar belakang tersebut , maka dapat saya simpulkan beberapa rumusan
masalah mengenai permasalahan ekonomi makro di Indonesia sebagai berikut :
1.
Bagaimana hubungan antara jumlah penduduk,
tenaga kerja, angkatan kerja dan kesempatan kerja?
2.
Apa pengertian dari pengangguran ?
3.
Apa penyebab pengangguran di Indonesia ?
4.
Bagaimana keadaan masalah pengangguran di Indonesia dewasa ini ?
5.
Bagaimana kondisi pengangguran dan
ketenagakerjaan di Indonesia?
6.
Bagaimana sajian
data pengangguran di Indonesia?
7.
Apa dampak pengangguran di Indonesia bagi dalam
nasional maupun regional ?
8.
Adakah dampak dari pengangguran terhadap timbulnya
masalah makroekonomi yang lain dan baru ?
9.
Trade off apa yang
selalu dihadapi pemerintah dalam menekan angka pengangguran ?
10. Bagaimana
pengaruh pengangguran terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi ?
11. Kebijakan
apa yang di ambil pemerintah untuk menstabilkan perekonomian Indonesia
kaitannya dengan inflasi, pengangguran dan kesempatan kerja yang masih mencuat
sampai saat ini ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini tidak lain
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian
dari pengangguran.
2. Untuk
mengetahui penyebab pengangguran di Indonesia.
3. Untuk
memahami dan mengetahui keadaan pengangguran di Indonesia dewasa ini.
4. Untuk
mengetahui dan memahami bagaimana keadaan angkatan kerja dan kesempatan kerja
dewasa kini.
5. Untuk
mengetahui dan memahami bagaimana pengaruh pengangguran terhadap pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi.
6.
Untuk mengetahui dan memahami bagaimana kebijakan
pemerintah dalam mengatasi pengangguran yang masih mencuat.
D.
Manfaat Penulisan
Dengan adanya tugas penulisan makalah
ini, manfaat yang saya dapat :
1.
Dapat
mengetahui pengetahuan saya tentang masalah makroekonomi di Indonesia
2.
Dapat
mengetahui bagaimana langkah yang harus dilakukan pemerintah dalam menekan
angka pengangguran.
3.
Dapat
mengetahui tingkat pengangguran di Indonesia sekarang ini.
4.
Dapat
mengetahui korelasi antara pengangguran,inflasi dan kesempatan kerja.
E. Metodologi Penulisan
Untuk mempermudah dan membantu kelancaran penulisan yang dilaksanakan, maka
penulis menggunakan metode kepustakaan, yakni:
a. Mencari berbagai referensi buku sebagai sumber penulis untuk
membuat makalah ini, dan
b.
Mencari sumber lainnya melalui situs-situs internet.
Pembahasan
Tenaga
kerja merupakan faktor yang terpenting dalam proses produksi. Sebagai sarana
produksi tenaga kerja lebih penting daripada sarana produksi yang lain seperti
bahan mentah, tanah, air dan sebagainya. Karena manusialah yang menggerakkan
sumber-sumber tersebut untuk menghasilkan barang (Simanjuntak, PJ : 1981).
Penyediaan
tenaga kerjapun sifatnya terbatas karena tidak semua penduduk merupakan tenaga
kerja. Hanya penduduk yang telah mencapai umur minimum tertentu baru bisa
dianggap sebagai tenaga kerja potensial atau angkatan kerja. Di Indonesia,
misalnya, hanya mereka yang telah mencapai umur 15 tahun atau lebih yang
dianggap sebagai angkatan kerja. Sedangkan di negara maju angkatan kerja adalah
mereka yang mecapai umur 18 tahun atau lebih. Selain itu, tidak semua angkatan
kerja angkatan kerja terlibat dalam kegiatan ekonomi. Yang terlibat dalam
kegiatan ekonomi hanyalah mereka yang bekerja. Mereka yang tidak bekerja disebut
penganggur dan sedang mengalami pengangguran.
Berikut
beberapa ulasan mengenai pengangguran di Indonesia :
A.
Hubungan
antara jumlah penduduk, tenaga kerja, angkatan kerja dan kesempatan kerja
Jumlah penduduk adalah banyaknya orang yang mendiami
suatu wilayah negara. Penduduk suatu negara dapat dibagi dalam dua kelompok,
yakni kelompok penduduk usia kerja (tenaga kerja) dan kelompok penduduk bukan
usia kerja. Penduduk usia kerja (tenaga kerja) untuk negara-negara berkembang
seperti Indonesia adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. Sedangkan di
negaranegara maju, penduduk usia kerja (tenaga kerja) adalah penduduk yang
berusia antara 15 dan 64 tahun. Untuk negara-negara berkembang seperti
Indonesia, penduduk bukan usia kerja adalah penduduk yang berumur 0
hingga 14 tahun. Sedangkan, untuk negara-negara maju penduduk bukan usia kerja
adalah mereka yang berumur 0 hingga 14 tahun dan mereka yang berumur 64 tahun
ke atas. Tenaga kerja juga dapat di bagi dalam dua kelompok, yakni kelompok
angkatan kerja dan kelompok bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah
penduduk dalam usia kerja (15 tahun ke atas), baik yang
bekerja maupun yang tidak bekerja. Kelompok ini biasa disebut sebagai kelompok
usia produktif.
Namun,
tidak semua angkatan kerja dalam suatu negara mendapat kesempatan bekerja.
Kesempatan kerja adalah
tersedianya lapangan kerja bagi angkatan kerja yang membutuhkan pekerjaan.
Kesempatan kerja di Indonesia dijamin dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yang
berbunyi : “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak”. Dari bunyi Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 itu jelas bahwa pemerintah
Indonesia bertanggung jawab atas penciptaan lapangan kerja. Jumlah penduduk
Indonesia merupakan keempat terbesar di dunia setelah RRC, India, dan Amerika
Serikat. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia rata-rata 1,46%, sehingga pada
tahun 2006, jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 222 juta orang (data BPS
Maret 2006). Sejalan dengan pertumbuhan penduduk tersebut, jumlah tenaga kerja
dan angkatan kerja juga meningkat. Pada tahun 1980, jumlah angkatan kerja
Indonesia mencapai 106,8 juta orang pada bulan Februari 2006 (data BPS). Dengan
demikian, dapat kita katakan semakin besar jumlah penduduk, semakin besar pula
jumlah angkatan kerjanya.
Angkatan kerja ini membutuhkan lapangan pekerjaan.
Namun umumnya, baik negara berkembang maupun negara maju, laju pertumbuhan
penduduk (termasuk angkatan kerjanya) lebih besar daripada laju pertumbuhan
lapangan kerja. Oleh karena itu, dari sekian banyak angkatan kerja tersebut,
sebagian tidak bekerja atau menganggur. Dengan demikian, kesempatan kerja dan
pengangguran berhubungan erat dengan tersedianya lapangan kerja bagi
masyarakat. Semakin banyak lapangan kerja yang tersedia di suatu negara,
semakin besar pula kesempatan kerja bagi penduduk usia produktif, sehingga
semakin kecil tingkat pengangguran. Sebaliknya, semakin sedikit lapangan kerja
di suatu negara, semakin kecil pula kesempatan kerja bagi penduduk usia
produktif, sehingga semakin tinggi tingkat pengangguran. Mereka yang tidak
bekerja disebut penganggur. Penganggur adalah penduduk yang tidak bekerja,
sedang mencari kerja, atau sedang mempersiapkan suatu usaha baru. Adapun upaya
peningkatan kualitas kerja dapat dilakukan melalui : 1. Pengembangan Kemampuan
Tenaga Kerja, misalnya melalui latihan kerja, 2. Pengelolaan Prestasi Tenaga
Kerja, misalnya dengan meningkatkan profesionalisme, 3. Pengelolaan Fungsi
Sumber Daya Manusia, misalnya peningkatan gizi, kesehatan dan kulitas mental
dan spiritual.
B.
Pengangguran di Indonesia dan Penyebabnya
Definisi
pengangguran secara teknis adalah semua orang dalam referensi waktu tertentu,
yaitu pada usia angkatan kerja yang tidak bekerja, baik dalam arti mendapatkan
upah atau bekerja mandiri, kemudian mencari pekerjaan, dalam arti mempunyai
kegiatan aktif dalam mencari kerja tersebut. Selain definisi di atas masih
banyak istilah arti definisi pengangguran diantaranya: Definisi pengangguran
menurut Sadono Sukirno, pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang
tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat
memperolehnya. Definisi pengangguran menurut Payman J. Simanjuntak,
pengangguran adalah orang yang tidak bekerja berusia angkatan kerja yang tidak
bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum
pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan. Definisi pengangguran berdasarkan
istilah umum dari pusat dan latihan tenaga kerja, pengangguran adalah orang
yang tidak mampu mendapatkan pekerjaan yang menghasilkan uang meskipun dapat
dan mampu melakukan kerja. Jadi pengangguran adalah orang yang tidak bekerja,
sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan suatu usaha baru, dan tidak mencari
pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.
Di Indonesia keberanekaragaman
pekerjaan menyebabkan berbagai macam pengangguran. Dalam penggolongannya
terdapat pengangguran berdasarkan penyebabnya dan pengangguran berdasarkan
cirinya.
Pengangguran
berdasarkan penyebabnya meliputi :
1.
Pengangguran Normal atau Friksional
Apabila dalam suatu
ekonomi terdapat pengangguran sebanyak 2 atau 3 persen dari jumlah tenaga kerja
maka ekonomi itu sudah dipandang telah mencapai kesempatan kerja penuh (full employment). Pengangguran sebanyak
2 atau 3 persen tersebut dinamakan pengangguran normal atau friksional. Para
penganggur ini tidak ada pekerjaan bukan karena tidak memperoleh kerja, namun
karena sedang mencari pekerjaan lain yang lebih baik. Dalam perekonomian yang
berkembang pesat, pengangguran adalah rendah dan pekerjaan mudah diperoleh.
Sebaliknya pengusaha susah memperoleh pekerja. Maka pengusaha menawarkan gaji
yang lebih tinggi. Ini akan mendorong para pekerja untuk meninggalkan
pekerjaannya yang lama dan mencari pekerjaan baru yang lebih tinggi gajinya
atau lebih sesuai dengan keinginannya. Dalam proses mencari pekerjaan baru ini
untuk sementara para pekerja tersebut tergolong sebagai penganggur. Mereka
inilah yang digolongkan sebagai pengangguran normal.
2.
Pengangguran Siklikal
Perekonomian tidak
selalu berkembang dengan teguh. Adakalanya permintaan agregat lebih tinggi, dan
ini akan mendorong pengusaha menaikkan produksi. Lebih banyak para pekerja baru
digunakan dan pengangguran berkurang. Akan tetapi pada masa lainnya permintaan
agregat menurun dengan banyaknya. Misalnya, di negara-negara produsen bahan
mentah pertanian, penurunan ini mungkin disebabkan kemerosotan harga-harga
komoditas. Kemunduran ini menimbulkan efek kepad aperusahaan-perusahaan lain
yang berhubungan, yang juga akan mengalami kemerosostan dalam permintaan
terhadap produksinya. Kemerosotan permintaan agregat ini mengakibatkan
perusahaan-perusahaan mengurangi pekerja atau menutup perusahaannya, maka
pengangguran akan bertambah. Jadi, pengangguran karena terjadi resesi ekonomi
disebut pengangguran siklikal.
3.
Pengangguran Struktural
Tidak semua industri
dan perusahaan dalam perekonomian akan terus menerus berkembang maju,
sebagiannya akan mengalami kemunduran. Kemerosotan ini ditimbulkan oleh salah
satu atau beberapa faktor berikut : wujudnya barang baru yang lebih baik,
kemajuan teknologi tidak mampu bersaing, dan ekspor produksi industri itu
sangat menurun oleh karena persaingan yang lebih serius dari negara-negara yang
lain. Kemerosotan itu akan menyebabkan kegiatan produksi dalam industri
tersebut menurun, dan sebagian pekerja terpaksa diberhentikan dan menjadi
penganggur. Jadi, pengangguran struktural terjadi karena adanya perubahan
struktur ekonomi.
4.
Pengangguran Teknologi
Pengangguran dapat pula
ditimbulkan oleh adanya penggantian tenaga manusia oleh mesin-mesin dan bahan
kimia. Racun lalang dan rumput, misalnya, telah mengurangi penggunaan tenaga
kerja untuk membersihkan perkebunan, sawah dan lahan pemerintah yang lain.
Bagitu juga mesin, mesin telah mengurangi kebutuhan tenaga kerja untuk membuat lubang,
memotong rumput, membersihkan kawasan, dan memungut hasil. Sedangkan di
pabrik-pabrik, ada kalanya robot telah menggantikan kerja-kerja manusia.
Pengangguran yang ditimbulkan oleh penggunaan mesin dan kemajuan teknologi yang
sehingga meringankan beban kerja para pekerja dinamakan pengangguran teknologi.
Kemudian pengangguran berdasarkan
cirinya meliputi :
1.
Pengangguran Terbuka
Pengangguran ini
tercipta sebagai akibat pertambahan lowongan pekerjaan yang lebih rendah dari
pertambahan tenaga kerja. Sebagai akibatnya dalam perekonomian semakin banyak
jumlah tenaga kerja yang tidak dapat memperoleh pekerjaan. Efek keadaan ini di
dalam suatu jangka yang cukup panjang mereka tidak melakukan sesuatu pekerjaan.
Jadi mereka menganggur secara nyata dan sepenuh waktu, dan oleh karenanya
dinamakan pengangguran terbuka. Pengangguran terbuka dapat pula wujud sebagai
akibat dari kegiatan ekonomi yang menurun, dari kemajuan teknologi yang
mengurangi penggunaan tenaga kerja, atau sebagai akibat dari kemunduran
perkembangan sesuatu industri.
2.
Pengangguran Tersembunyi
Pengangguran ini
terutama wujud di sektor pertanian atau jasa, Setiap kegiatan ekonomi
memerlukan tenaga kerja, dan jumlah tenaga kerja yang digunakan tergantung
kepada banyak faktor. Antara lain faktor yang perlu dipertimbangkan adalah :
besar atau kecilnya perusahaan, jenis kegiatan perusahaan, mesin yang digunakan
(apakah intensif buruh atau intensif modal) dan tingkat produksi yang dicapai.
DI banyak negara berkembang seringkali didapati bahwa jumlah pekerja suatu
kegiatan ekonomi adalah lebih banyak dari yang sebenarnya diperlukan supaya ia
dapat menjalankan kegiatannya dengan efisien. Kelebihan tenaga kerja yang
digunakan digolongkan dalam pengangguran tersembunyi. Contoh-contohnya ialah
pelayan restoran yang lebih banyak dari yang diperlukan dan keluarga petani
dengan anggota keluarga yang besar yang mengerjakan luas tanah yang sangat
kecil.
3.
Pengangguran Musiman
Pengangguran ini
terutama terdapat di sektor pertanian dan perikanan. Pada musim hujan penyadap
karet dan nelayan tidak dapat melakukan pekerjaan mereka dan terpaksa
menganggur. Pada musim kemarau pula para petani sawah tidak begitu aktif di
antara waktu sesudah menanam dan sesudah menuai. Apabila dalam masa di atas
para penyadap karet, nelayan, dan petani sawah tidak melakukan pekerjaan lain
maka mereka terpaksa menganggur. Pengangguran seperti inii digolongkan sebagai
pengangguran musiman.
4.
Setengah Menganggur
Di negara-negara
berkembang penghijrahan atau migrasi dari desa ke kota adalah sangata pesat.
Sebagai akibatnya tidak semua orang yang pindah ke kota dapat memperoleh
pekerjaan dengan mudah. Sebagiannya terpaksa menjadi penganggur sepenuh waktu.
Di samping itu ada pula yang tidak menganggur, tetapi tidak pula bekerja
sepenuh waktu, dan jam kerja mereka adalah jauh lebih rendah dari yang normal.
Mereka mungkin hanya bekerja satu hingga dua hari seminggu, atau satu hingga
empat jam sehari. Pekerja-pekerja yang mempunyai masa kerja seperti yang
dijelaskan ini digolongkan sebagai setengah menganggur (underemployed).
Pengangguran di Negara-negara berkembang
seperti Indonesia, dalam pembangunan ekonomi di Negara seperti ini pengangguran
yang semakin bertambah jumlahnya merupakan masalah yang lebih rumit dan lebih
serius daripada masalah perubahan dalam distribusi pendapatan yang kurang
menguntungkan penduduk yang berpendapatan terendah. Keadaan di Negara-negara
berkembang dalam beberapa dasawarsa ini menunjukan bahwa pembangunan ekonomi
yang telah tercipta tidak sanggup mengadakan kesempatan kerja yang lebih cepat
daripada pertambahan penduduk yang berlaku. Oleh karenanya, masalah
pengangguran yang mereka hadapi dari tahun ke tahun semakin bertambah serius.
Pengangguran sendiri
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya :
1.
Perubahan
Struktural.
Seperti disebutkan Reynolds, Masters dan
Moser (1986:269) jenis pengangguran ini terjadi karena mismatch (tak
sepadan/ketidakcocokan) antara kualifikasi pekerja yang membutuhkan pekerjaan
dengan persyaratan yang diinginkan. Hal ini biasanya terjadi karena adanya
perubahan struktur ekonomi. Struktur ekonomi dapat diamati dari dominasi
kontribusi sektoral terhadap produksi nasional (regional). Bila sektor industri
memberikan kontribusi paling besar terhadap PDB dibanding dengan sektor
lainnya, maka struktur perekonomian tersebut adalah industri, atau sebaliknya (Sadono
Sukirno, 1985). Katakanlah dalam suatu negara atau daerah terjadi
pergeseran struktur ekonomi dari sektor pertanian ke industri. Dampak
selanjutnya, adalah dibutuhkannya kualifikasi tenaga kerja yang cocok di sektor
industri. Ketika persyaratan ini tidak terpenuhi (mismatch), maka tenaga
kerja yang ada menjadi tidak terpakai, kecuali terjadi penyesuaian kualifikasi
seperti yang dibutuhkan.
2.
Pengaruh
Musim
Perubahan
musim terjadi bukan hanya di sektor pertanian saja, tetapi sering pula terjadi
pada sektor lain. Pada musim liburan dan tahun baru, misalnya, suasana sektor
jasa transportasi dan pariwisata menjadi sangat sibuk (full employed)
dibanding dengan hari-hari biasa. Demikian pula pada saat menjelang, sedang dan
setelah bulan Suci Ramadhan, nampak permintaan terhadap barang dan jasa
meningkat (demand for good) yang selanjutnya akan membawa dampak
otomatis terhadap permintaan tenaga kerja (derived demand) di sektor
yang bersangkutan (Arfida B.R., 2003).
3.
Adanya
hambatan (ketidaklancaran) bertemunya pencari kerja dan lowongan kerja
(pengangguran friksional)
Jenis pengangguran ini biasanya terjadi karena
hambatan teknis (misalnya waktu dan tempat). Sering terjadi pencari kerja tidak
memiliki informasi yang lengkap tentang lowongan kerja yang ada. Sehingga
mereka kehilangan kesempatan untuk memenuhi lowongan kerja tersebut. Mungkin
juga karena situasi kerja (tempat) yang ditempati tidak cocok dengan harapan si
pencari kerja, sehingga membuat pudarnya semangat kerja. Pilihannya adalah
lebih baik tidak bekerja, karena lingkungan kerja tidak kondusif lagi.
Pengangguran jenis ini bisa juga terjadi karena perkembangan (dinamika) ekonomi
yang terus-menerus berubah, sehingga membawa dampak terhadap permintaan tenaga
kerja yang dinamis pula. Artinya pada situasi demikian sangat dibutuhkan tenaga
kerja yang mampu mengikuti perubahan jaman dengan cepat serta mampu melakukan
adaptasi keahlian terhadap tuntutan lingkungan eksternal yang dinamis tersebut.
Bila situasi ini tidak bisa diikutinya, maka ia akan kehilangan kesempatan
kerja.
4.
Rendahnya Aliran Investasi Investasi
merupakan
komponen aggregate demand yang mempunyai daya ungkit terhadap perluasan
kesempatan kerja. Melalui mekanisme efek multiplier, perubahan investasi
membawa dampak terhadap kenaikan output (pendapatan). Terdapat beberapa besaran
(pengeluran otonom, seperti halnya investasi) yang mempunyai dampak terhadap
meningkatnya output yaitu pengeluaran konsumsi otonom, investasi otonom,
pengeluaran pemerintah dan ekspor (Gordon, 1993). Secara otomatis
meningkatnya output akan membutuhkan sumberdaya untuk proses produksi (modal,
tenaga kerja dan input lainnya). Dengan demikian permintaan tenaga kerja akan
meningkat ketika terjadi peningkatan dalam pengeluaran otonom tadi. Hubungan
antara kenaikan output dengan permintaan tenaga kerja (penyerapan tenaga kerja)
dapat dijelaskan dengan konsep elastisitas penyerapan tenaga kerja (Payaman
J. Simanjuntak, 1985 : 82) atau dapat ditulis dalam bentuk lain menjadi : %ΔL = Eks (%ΔQ) Keterangan : Eks = koefisien elastisitas penyerapan tenaga kerja L =
tenaga kerja yang digunakan Q = output (PDB atau dapat pula PDRB)
Elastisitas penyerapan tenaga kerja mencerminkan persentase perubahan tenaga
kerja yang terserap sebagai akibat perubahan laju pertumbuhan ekonomi (LPE =
%ΔQ). Bila koefisien Eks semakin
besar (misalnya lebih besar dari satu atau elastis), ini berarti
persentase kenaikan tenaga kerja yang terserap adalah lebih besar dibanding
dengan laju pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Kondisi inilah yang sangat
diharapkan, karena pola hubungan sedemikian mencerminkan kegiatan ekonomi yang
pada karya (labor intensive). Artinya perubahan kesempatan kerja sangat
peka (sensitif) terhadap perubahan laju pertumbuhan ekonomi (economic growth
rate). Rumus di atas dapat pula digunakan untuk melakukan prediksi
kebutuhan tenaga kerja pada sektor tertentu untuk perioda tertentu. Misalnya,
bila besarnya koefisien elastisitas penyerapan kerja (Eks) dan laju pertumbuhan ekonomi (%ΔQ) sudah diketahui (given),
maka dengan menggunakan persamaan (2) laju pertumbuhan penyerapan tenaga kerja
yang diinginkan (%ΔL) dapat diperkirakan (ceteris paribus). Formula ini
dapat pula diterapkan pada level yang lebih rendah lagi, misalnya Kabupaten,
Kota atau tingkat Kecamatan sekalipun.
5.
Laju
Pertumbuhan Penduduk
Hal-hal yang tidak diinginkan dari
persoalan kependudukan diantaranya adalah apabila pertumbuhan penduduk
bersamaan dengan munculnya karakteristik sebagai berikut : (a) tidak diimbangi
dengan sarana dan prasaranan pendidikan yang memadai, (b) rendahnya anggaran
pendidikan, (c) rendahnya tingkat kesehatan, (d) tidak seimbang dengan laju
pertumbuhan kesempatan kerja, (e) rendahnya pembentukan modal, (f) rendahnya
kualitas tenaga kependidikan, (g) rendahnya balas jasa di sektor pendidikan
(gaji, honor, jasa riset dsb), (h) rendahnya daya beli masyarakat, (i) minimnya
sumberdaya ekonomi yang bisa dieksploitasi, (j) masih rendahnya pemahaman
tentang arti penting pendidikan, dan (k) rendahnya fasilitas dan kualitas
kesehatan yang dibutuhkan masyarakat.
6.
Besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang
dengan Kesempatan Kerja
Ketidakseimbangan
terjadi apabila jumlah angkatan kerja lebih besar daripada kesempatan kerja
yang tersedia. Kondisi sebaliknya sangat jarang terjadi.
7.
Jumlah lapangan kerja dan angkatan kerja
yang tidak seimbang
Pemerintah
sebenarnya sudah mengusahakan pembukaan lapangan kerja untuk pengangguran namun
hal itu sepertinya belum signifikan dalam mengurangi angka pengangguran karena
tingkat pertumbuhan penduduk yang diiringi tingkat pertambahan angkatan kerja
lebih besar dibandingkan lapangan pekerjaan yang diciptakan.
8.
Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga
terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak seimbang.
Apabila
kesempatan kerja jumlahnya sama atau lebih besar daripada angkatan kerja,
pengangguran belum tentu tidak terjadi. Alasannya, belum tentu terjadi
kesesuaian antara tingkat pendidikan yang dibutuhkan dan yang tersedia.
Ketidakseimbangan tersebut mengakibatkan sebagian tenaga kerja yang ada tidak
dapat mengisi kesempatan kerja yang tersedia.
9.
Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja
antar daerah tidak seimbang
Jumlah
angkatan kerja disuatu daerah mungkin saja lebih besar dari kesempatan kerja,
sedangkan di daerah lainnya dapat terjadi keadaan sebaliknya. Keadaan tersebut
dapat mengakibatkan perpindahan tenaga kerja dari suatu daerah ke daerah lain,
bahkan dari suatu negara ke negara lainnya.
10. Kebutuhan jumlah dan Jenis Tenaga Terdidik dan Penyediaan
Tenaga Terdidik Tidak Seimbang.
Besarnya kesempatan
kerja belum tentu menjamin tidak terjadi pengangguran, karena belum tentu
terjadi kesesuaian tingkat pendidikan yang dibutuhkan dengan yang tersedia. Hal ini dapat mengakibatkan sebagian tenaga kerja yang
ada tidak dapat mengisi kesempatan yang tersedia.
11. Budaya
pilih-pilih pekerjaan
Pada dasarnya setiap orang ingin
bekerja sesuai dengan latar belakang pendidikan. Dan lagi ditambah dengan sifat
gengsi maka tak heran kebanyakan yang ditemukan di Indonesia bukan pengangguran
terselubung, melainkan pengangguran terbuka yang didominasi oleh kaum
intelektual (berpendidikan tinggi).
12. Pemalas.
Selain
budaya memilih-milih pekerjaan,budaya (negatif) lain yang menjamur di Indonesia
adalah budaya malas. Malas mencari pekerjaan sehingga jalan keluar lain yang
ditempuh adalah dengan menyogok untuk mendapatkan pekerjaan.
13. Tidak mau
ambil resiko “Saya bersedia tidak digaji selama 3 bulan pertama jika diterima
bekerja di kantor bapak. Dengan demikian bapak tidak akan rugi. Jika bapak
tidak puas dengan hasil kerja saya selama 3 bulan tersebut, bapak bisa pecat
saya.” Adakah yang berani mengambil resiko seperti itu? Kami yakin sedikit sekali.
Padahal kalau dipikir-pikir itu justru menguntungkan si pencari kerja selama 3
bulan tersebut ia bisa menimba pengalamansebanyak-banyaknya.Meskipun akhirnya
dipecat juga, toh dia sudah mendapat pengalaman kerja 3 bulan.
14. Penduduk
yang relatif banyak.
15. Pendidikan
dan keterampilan yang rendah.
16. Angkatan
kerja yang tidak dapat memenuhi persyaratan yang diminta dunia kerja.
17. Teknologi
yang semakin modern.
18. Pengusaha
yang selalu mengejar keuntungan dengan cara melakukan penghematan.
19. Lingkungan
yang kurang memadai.
20. Adanya
lapangan kerja yang dengan dipengaruhi musim.
Ada beberapa sebab langsung(direct causes) terjadinya pengangguran
besar-besaran di Indonesia yakni:
1) terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja,
2) Kelangkaan Lapangan Kerja,
3) Pemulangan TKI ke Indonesia,
4) Rasionalisasi karyawan dll.
C. Kondisi masalah pengangguran dan
ketenagakerjaan kaitannya dengan kesempatan dan angkatan kerja di Indonesia
dewasa ini
Pemerintah
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa …”. Selanjutnya secara lebih konkrit pada Pasal 27 ayat (2)
menyatakan bahwa : ” tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan ” dan pada Pasal 28 D ayat (2)
menyatakan bahwa:” Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”. Hal ini berarti, bahwa
secara konstitusional, pemerintah berkewajiban untuk menyediakan pekerjaan
dalam jumlah yang cukup, produktif dan remuneratif.. Kedua Pasal UUD 1945 ini
perlu menjadi perhatian bahwa upaya-upaya penanganan pengangguran yang telah
dilaksanakan selama ini masih belum memenuhi harapan, serta mendorong segera
dapat dirumuskan Konsepsi Penanggulangan Pengangguran.
Kondisi pengangguran di
Indonesia saat ini sangat memprihatinkan, Bukan hanya dari kalangan tak
terdidik saja yang menganggur, tetapi juga kalangan terdidik atau kalangan
intelek juga menganggur. Dan semakin tahun penganggur kalangan intelek juga
semakin bertambah karena kelulusan sarjana tidak dibarengi dengan pembukaan
lapangan pekerjaan.
Tingginya
angka pengangguran, masalah ledakan penduduk, distribusi pendapatan yang tidak
merata, dan berbagai permasalahan lainnya di negara kita menjadi salah satu
faktor utama rendahnya taraf hidup para penduduk di negara kita. Namun yang
menjadi manifestasi utama sekaligus faktor penyebab, rendahnya taraf hidup di
negara - negara berkembang adalah terbatasnya penyerapan sumber daya, termasuk
sumber daya manusia. Jika dibandingkan dengan negara - negara maju.
Pemanfaatan
sumber daya yang dilakukan oleh negara - negara berkembang relatif lebih rendah
dari pada yang dilakukan di negara - negara maju karena buruknya efisiensi dan
efektivitas dari penggunaan sumber daya baik sumber daya alam maupun sumber
daya manusia. Dua penyebab utama dari rendahnya pemanfaatan sumber daya manusia
adalah karena tingkat pengangguran penuh dan tingkat pengangguran terselubung
yang terlalu tinggi dan terus melonjak. Pengangguran penuh atau terbuka yakni
terdiri dari orang-orang yang sebenarnya
mampu dan ingin bekerja, akan tetapi tidak mendapatkan lapangan pekerjaan sama sekali. Berdasarkan data dari
Depnaker pada tahun 1997 jumlah pengangguran terbuka saja sudah mencapai
sekitar 10%.
Awal ledakan
pengangguran sebenarnya bisa diketahui sejak sekitar tahun 1997 akhir atau1998
awal. Ketika terjadi krisis moneter yang hebat melanda Asia Tenggara yang
mendorong terciptanya likuiditas ketat sebagai reaksi terhadap gejolak moneter.
Di Indonesia, kebijakan likuiditas atas 16 bank akhir November 1997 saja sudah
bisa membuat sekitar 8000 karyawannya menganggur dan dalam selang waktu yang
tidak relatif lama, 7.196 pekerja dari 10 perusahaan sudah di PHK dari pabrik-pabrik
mereka di Jawa barat, Yogyakarta, dan Sumatra selatan berdasarkan data pada
akhir Desember 1997. Ledakan pengangguran berlanjut di tahun 1998, dimana
sekitar 1,4 juta pengangguran terbuka baru akan terjadi. Dengan perekonomian
yang hanya tumbuh sekitar 3,5 sampai 4% maka tenaga kerja yang bisa diserap
sekitar 1,3 juta orang dari tambahan angkatan kerja sekitar 2,7 juta orang.
Sisanya menjadi tambahan pengangguran terbuka. Total pengangguran jadinya akan
mempunyai 10 juta orang.
Berdasarkan
pengalaman, jika kita mengacu pada data-data pada tahun 1996 maka pertumbuhan
ekonomi sebesar 3,5 sampai 4% belumlah memadai, seharusnya pertumbuhan ekonomi
yang ideal bagi Negara berkembang macam Indonesia adalah di atas 6%.
Berdasarkan
data sepanjang di tahun 1996 perekonomian hanya mampu menyerap 85,7 juta orang
dari jumlah angkatan kerja 90,1 juta orang. Tahun 1996 perekonomian mampu
menyerap jumlah tenaga kerja dalam jumlah relative besar karena ekonomi
nasional tumbuh hingga 7,98%. Tahun 1997 dan 1998, pertumbuhan ekomi dapat
dipastikan tidak separah tahun 1996. Pada tahun 1998 krisis ekonomi bertambah
parah karena banyak wilayah Indonesia yang diterpa musim kering, inflasi yamg
terjadi di banyak daerah, krisis moneter di dalam negeri maupun di Negara-negara
mitra dagang seperti sesama ASEAN,Korsel dan Jepang akan sangat berpengaruh.
Jika kita masih berpatokan pada asumsi keadaan diatas, maka ledakan
pengangguran diperkirakan akan berlangsung terus sepanjang tahun-tahun ke
depan.
Memang
ketika kita menginjak tahun 2000, jumlah pengangguran di tahun 2000 ini sudah
menurun di banding tahun 1999. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2000
yang meningkat menjadi 4,8 persen. Pengangguran tahun 1999 yang semula 6,01
juga turun menjadi 5,87 juta orang. Sedang setengah pengangguran atau
pengangguran terselubung juga menurun dari 31,7 juta menjadi 30,1 juta orang
pada tahun 2000. Jumlah pengangguran saat ini mencapai sekitar 35,97 juta
orang,namun pemerintah masih memfokuskan penanggulangan pengangguran ini pada
16,48 juta orang. Jumlah pengangguran saat ini yaitu pada tahun 2001 mencapai
35,97 juta orang diperkirakan bisa bertambah bila pemulihan ekonomi tidak
segera berjalan dengan baik. Karena hal inilah maka pemerintah perlu berusaha
semaksimal mungkin untuk mencari investor asing guna menanamkan modalnya disini
sehingga lapangan pekerjaan baru dapat tercipta untuk dapat menyerap sebanyak
mungkin tenaga kerja.
Terbatasnya
kesempatan kerja baru, serta tidak adanya link and match antara kompetensi yang
dimiliki tenaga kerja dengan pasar kerja menjadi salah satu penyebab masalah
tingginya tingkat pengangguran di negeri ini.
Jadi
perekonomian Indonesia sejak krisis ekonomi pada pertengahan 1997 membuat
kondisi ketenagakerjaan Indonesia ikut memburuk. Sejak itu, pertumbuhan ekonomi
Indonesia juga tidak pernah mencapai 7-8 persen. Padahal, masalah pengangguran
erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi ada,
otomatis penyerapan tenaga kerja juga ada. Setiap pertumbuhan ekonomi satu
persen, tenaga kerja yang terserap bisa mencapai 400 ribu orang. Jika
pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 3-4 persen, tentunya hanya akan menyerap
1,6 juta tenaga kerja, sementara pencari kerja mencapai rata-rata 2,5 juta
pertahun. Sehingga, setiap tahun pasti ada sisa pencari kerja yang tidak
memperoleh pekerjaan dan menimbulkan jumlah pengangguran di Indonesia selalu
bertambah.
Fenomena
pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja,
yang disebabkan antara lain; perusahaan yang menutup/mengurangi bidang usahanya
akibat krisis ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif; peraturan yang
menghambat inventasi; hambatan dalam proses ekspor impor, dll. Menurut data BPS
angka pengangguran pada tahun 2002, sebesar 9,13 juta penganggur terbuka,
sekitar 450 ribu diantaranya adalah yang berpendidikan tinggi. Bila dilihat
dari usia penganggur sebagian besar (5.78 juta) adalah pada usia muda (15-24
tahun). Selain itu terdapat sebanyak 2,7 juta penganggur merasa tidak mungkin
mendapat pekerjaan (hopeless). Situasi seperti ini akan sangat berbahaya dan
mengancam stabilitas nasional. Masalah lainnya adalah jumlah setengah penganggur
yaitu yang bekerja kurang dari jam kerja normal 35 jam per minggu, pada tahun
2002 berjumlah 28,87 juta orang. Sebagian dari mereka ini adalah yang bekerja
pada jabatan yang lebih rendah dari tingkat pendidikan, upah rendah, yang
mengakibatkan produktivitas rendah. Dengan demikian masalah pengangguran
terbuka dan setengah penganggur berjumlah 38 juta orang yang harus segera
dituntaskan.
Ada tiga
asumsi yang menjadi harapan untuk menurunkan pengangguran dan setengah
pengangguran. Pertama, pertumbuhan tenaga kerja rata-rata pertahun dapat
ditekan dari 2,0 persen pada periode 2000-2005 menjadi 1,7 persen pada periode
2005-2009. Demikian juga pertumbuhan angkatan kerja, dapat ditekan menjadi 1,9
persen pada periode 2005-2009 dari periode sebelumnya yang mencapai 2,4 persen.
Kedua, dapat ditingkatkannya pertumbuhan ekonomi menjadi 6,0 persen pada
periode 2005-2009 dari periode sebelumnya yang hanya mencapai 4,1 persen.
Ketiga, transformasi sektor informal ke sektor formal dapat dipercepat baik di
daerah perkotaan maupun pedesaan terutama di sektor pertanian, perdagangan,
jasa dan industri.
Sekedar diketahui berdasarkan data Badan Pusat Statistik
(BPS), tingkat pengangguran per-Februari 2013 adalah 7,17
juta orang (5,92 persen) , dari jumlah angkatan kerja di Indonesia yang
mencapai 121,2 juta orang.
Masalah
pengangguran dan setengah pengangguran tersebut di atas salah satunya
dipengaruhi oleh besarnya angkatan kerja. Angkatan kerja di Indonesia pada
tahun 2012 sebesar 115,8 juta orang. Mereka ini didominasi oleh angkatan kerja
usia sekolah (15-24 tahun) sebanyak 20,7 juta. Pada sisi lain, 30,9 juta orang
hanya berpendidikan SD kebawah, ini berarti bahwa angkatan
kerja.di.Indonesia.kualitasnya masih rendah.
Keadaan
lain yang juga mempengaruhi pengangguran dan setengah pengangguran tersebut
adalah keadaan kesempatan kerja. Pada tahun 2012, jumlah orang yang bekerja
adalah sebesar 51,6 juta orang. Sekitar 44,33 persen kesempatan kerja ini
berada disektor pertanian, yang hingga saat ini tingkat produktivitasnya masih
tergolong rendah. Selanjutnya 63,79 juta dari kesempatan kerja yang tersedia
tersebut berstatus informal. Ciri lain dari kesempatan kerja Indonesia adalah
dominannya lulusan pendidikan SLTP ke bawah. Ini menunjukkan bahwa kesempatan
kerja yang tersedia adalah bagi golongan berpendidikan rendah.
Seluruh gambaran di
atas menunjukkan bahwa kesempatan kerja di Indonesia mempunyai persyaratan
kerja yang rendah dan memberikan imbalan yang kurang layak. Implikasinya adalah
produktivitas tenaga kerja rendah.
D.
Sajian Data
Pengangguran di Indonesia
Survei kepercayaan konsumen DRI juga menunjukkan
bahwa masyarakat masih mengkhawatirkan beberapa faktor yang memang memengaruhi
keadaan ekonomi di daerah mereka selama ini.Tiga faktor utama yang memengaruhi
keadaan ekonomi di daerah mereka tersebut adalah kenaikan harga- harga bahan
makanan pokok, kenaikan harga dan kelangkaan BBM, serta ketersediaan lapangan
kerja.
Tercatat
tingka pengangguran di Indonesia (pengangguran terbuka) juga masih
mengkhawatirkan. Meskipun terus
mengalami penurunan sejak mencapai puncaknya di tahun 2005, tingkat pengangguran
masih berada pada level 5-7% hingga bulan Februari 2013.
E.
Dampak dari
Pengangguran
Tujuan akhir pembangunan ekonomi
suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat dan
pertumbuhan ekonomi agar stabil dan dalam keadaan naik terus. Jika tingkat
pengangguran di suatu negara relatif tinggi, hal tersebut akan menghambat
pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yang telah dicita-citakan.
Hal ini
terjadi karena pengganguran berdampak negatif terhadap kegiatan perekonomian,
seperti yang dijelaskan di bawah ini:
a.
Pengangguran bisa menyebabkan masyarakat tidak dapat
memaksimalkan tingkat kemakmuran yang dicapainya. Hal ini terjadi karena
pengangguran bisa menyebabkan pendapatan nasional riil (nyata) yang dicapai
masyarakat akan lebih rendah daripada pendapatan potensial (pendapatan yang
seharusnya). Oleh karena itu, kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat pun akan
lebih rendah.
b.
Dampak pengangguran terhadap Individu yang
Mengalaminya dan Masyarakat.
Berikut ini merupakan dampak negatif pengangguran terhadap individu yang
mengalaminya dan terhadap masyarakat pada umumnya:
1)
Pengangguran dapat menghilangkan mata pencaharian
2)
Pengangguran dapat menghilangkan ketrampilan
3)
Pengangguran dapat meningkatkan angka kriminalitas
4)
Pengangguran akan menimbulkan ketidakstabilan sosial
politik.
c. Timbulnya kemiskinan. Dengan menganggur, tentunya seseorang tidak akan
bisa memperoleh penghasilan. Bagaimana mungkin ia bisa memenuhi kebutuhan
sehari-harinya. Seseorang dikatakan miskin apabila pendapatan perharinya
dibawah Rp 7.500 perharinya (berdasarkan standar Indonesia) sementar
berdasarkan standar kemiskinan PBB yaitu pendapatan perharinya di bawah $2
(sekitar Rp 17.400 apabila $1=Rp 8.700).
d. Makin beragamnya tindak pidana kriminal. Seseorang pasti
dituntut untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam hidupnya terutama makan untuk
tetap bisa bertahan hidup. Namun seorang pengangguran dalam keadaan terdesak
bisa saja melakukan tindakan criminal seperti mencuri, mencopet, jambret atau
bahkan sampai membunuh demi mendapat sesuap nasi.
e. Bertambahnya jumlah anak jalanan, pengemis, pengamen, perdagangan anak
dan sebagainya. Selain maraknya tindak pidana krimanal, akan bertambah pula
para pengamen atau pengemis yang kadang kelakuannya mulai meresahkan warga.
Karena mereka tak segan-segan mengancam para korban atau bisa melukai apabila
tidak diberi uang.
f. Terjadinya kekacauan sosial dan politik seperti terjadinya
demonstrasi dan perebutan kekuasaan.
g. Terganggunya kondisi psikis seseorang. Misalnya, terjadi
pembunuhan akibat masalah ekonomi, terjadi pencurian dan perampokan akibat
masalah ekonomi, rendahnya tingkat kesehatan dan gizi masyarakat, kasus
anak-anak terkena busung lapar.
h. Meningkatkan Biaya Sosial
Pengangguran juga mengakibatkan meningkatnya biaya sosial.
Karena, pengangguran mengharuskan masyarakat memilkul biaya-
biaya seperti biaya perawatan pasien yang stress
(depresi) karena menganggur, biaya keamanan
dan biaya pengobatan akibat meningkatnya tindak kriminalitas yang dilakukan oleh penganggur, serta pemulihan dan renovasi beberapa tempat
akibat domenstrasi dan kerusakan yang di picu oleh ketidak puasan dan kecemburuan sosial
para penganggur.
i. Menurunkan Tingkat Keterampilan
Dengan menganggur, tingkat keterampilan seseorang akan menurun. Semakin lama
menganggur, semakin menurun pula tingkat keterampilan seseorang.
Selain itu, pengangguran bisa menyebabkan masyarakat tidak dapat
memaksimalkan tingkat kemakmuran yang dicapainya. Hal ini terjadi karena
pengangguran bisa menyebabkan pendapatan nasional rill (nyata) yang dicapai
masyarakat akan lebih rendah dapipada pendapatan potensial (yang seharusnya)
oleh karena itu, kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat pun akan lebih rendah.
Pengangguran akan menyebabkan pendapatan nasional dari sektor pajak
berkurang. Hal ini terjadi karena pengangguran yang tinggi akan
menyebabkan kegiatan perekonomian menurun sehingga pendapatan masyarakat pun
akan menurun. Dengan demikian pajak yang harus diterima dari masyarakat pun
akan menurun.Jika penerimaan pajak menurun, dana untuk kegiatan ekonomi
pemerintaha pun akan berkutang sehingga kegiatan pembangunan pun akan terus
menurun.
Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Adanya pengangguran
akan menyebabkan daya beli masyarakat akan berkurang sehingga
permintaan terhadap barang-barang produksi akan berkuran. Keadaan demikian
tidak merangsang kalangan Investor (pengusaha) untuk melakukan perluasan atau
pendirian industri baru. Dengan demikian tingkat investasi menurun sehingga
pertumbuhan ekonomipun tidak akan terpacu.
F. Dampak Pengangguran di wilayah regional ex : ASEAN
Memang jika
dibandingkan dengan beberapa negara tetangga Indonesia, angka pengangguran di
Indonesia masih relatif cukup tinggi. Pada Agustus 2010, angka pengangguran di
Indonesia mencapai 7,14 persen. Angka ini relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan angka pengangguran di Malaysia sebesar 3,1 persen atau angka
pengangguran di Singapura yang mencapai 2,1 persen pada September 2010.
Walaupun demikian, angka pengangguran di Indonesia sebenarnya sudah menunjukkan
tren menurun sejak tahun 2006. Pada tahun 2005, angka pengangguran di Indonesia
masih berkisar 11,24 persen. Namun, angka pengangguran ini terus menurun hingga
mencapai 7,14 persen pada tahun 2010. Tren menurun ini merupakan perubahan
signifikan dari tren naik sejak tahun 1998 ketika Indonesia mengalami krisis
ekonomi.
Selain pengangguran di Indonesia membawa dampak di lingkup dalam negeri atau
nasional, pengangguran di Indonesia juga membawa pengaruh pada lingkup regional
seperti misalnya pada ASEAN.
Pengangguran di Indonesia sudah menjadi ancaman di
ASEAN mengingat kontribusi Indonesia pada angka pengangguran di kawasan
Asia Tenggara itu sudah mencapai 60 persen. Wakil Sekjen Dewan
Pengurus Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) , Haryono
Darudono, di Medan, Jumat, mengatakan,
tingginya pengangguran menunjukkan Indonesia tidak menarik bagi
investor sebagai tempat investasi yang berakibat pada tidak berjalannya
sektor riil.
Menurut dia, tidak menariknya Indonesia sebagai tempat investasi
karena dipicu banyak hal mulai dari infrastruktur yang tidak memadai
hingga birokrasi perizinan.yang.masih.berbelit.
"Bagaimana investor baru mau masuk atau
pengusaha mengembangkan investasinya kalau listrik dan gas sulit didapat
seperti saat ini," katanya di sela- sela.rapat.tahunan.Apindo.Sumut.
Dia tidak merinci data pengangguran di Asean, tapi di
Indonesia disebutkan sekitar 40 jutaan bahkan lebih karena tahun ini
jumlahnya semakin bertambah menyusul banyaknya industri yang melakukan PHK
menyusul kesulitan.gas.dan.listrik.
"Pemerintah diharapkan melakukan tindakan nyata
untuk mengtasi angka pengangguran itu karena pengangguran
itu berdampak luas seperti kepada tingginya.tingkatan.kriminilitas,"katanya.
Sekretaris Umum DPD Apindo Sumut, Laksamana Adiyaksa,
mengatakan di Sumut, tahun ini PHK terjadi pada ribuan tenaga kerja
menyusul krisis listrik dan gas yang masih berlanjut. PHK, katanya
terbesar terjadi pada industri sarungtangan karet dan keramik yang memang
menggunakan atau memerlukan gas dalam volume yang besar
G.
Masalah
makroekonomi yang ditimbulkan oleh pengangguran dalam mencapai kesempatan kerja
yang tinggi
Masalah
makroekonomi seperti pengangguran juga membawa dampak penciptaan
masalah makro yang baru. Diantaranya kemiskinan yang sudah dijelaskan diatas
tadi karena menurunnya pendapatan masyarakat dan turunnya daya beli dan inflasi
dimana ketika inflasi, harga-harga barang secara umum meningkat secara
terus-menerus. Dan juga besar kecilnya angka pengangguran juga berpengaruh pada
angka kesempatan kerja.
Di dalam
Kurva Philips dinyatakan bahwa inflasi yang rendah seringkali terjadi dengan
pengangguran yang tinggi. Sebaliknya pengangguran yang rendah bisa dicapai
tetapi diiringi inflasi yang tinggi. Nalarnya jika inflasi meningkat karena
jumlah uang yang beredar terlalu banyak, maka oran-orang akan semakin giat
mencari pekerjaan/uang. Dan itu akan mengurangi pengangguran. Hal ini dapat
dilihat dari tabel dibawah ini :
Tahun
|
Inflasi
|
Pengangguran
|
2002
|
10 %
|
9.06 %
|
2003
|
5.10 %
|
9.50 %
|
2004
|
6.4 %
|
9.86 %
|
2005
|
17.11 %
|
9.92 %
|
Sumber : Badan Pusat Statistik
Berdasarkan tabel diatas, penurunan inflasi akan menambah jumlah pengangguran.
Begitu juga sebaliknya, kenaikan inflasi akan mengurangi presentase
pengangguran.
Daya beli masyarakat yang lemah juga berakibat pada lemahnya investasi. Lemahnya
investasi ini akan mengakibatkan penurunan pendapatan dari pengusaha, apalagi
ditambah dengan pajak yang masih tinggi.Akibat yang muncul adalah investasi
sukar untuk berkembang dan kesempatan kerja semakin kecil sehingga pengangguran
semakin tinggi.
Kurva
Phillips membuktikan bahwa antara stabilitas dan kesempatan kerja yang tinggi
tidak mungkin terjadi bersamaan karena harus ada trade off. Jika ingin mencapai
kesempatan kerja yang tinggi, berarti sebagai konsekuensinaya harus bersedia
menanggung baban inflasi yang tinggi.
Namun pada kenyataannya ada pergeseran kurva
Phillips, yaitu dimana pada kurun waktu tertentu terjadi terjadi kenaikan
tingkat inflasi dan kenaikan tingkat pengangguran. Terjadinya pergeseran kurva
phillips tersebut disebabkan dua faktor yaitu:
1. Demografi
Terjadi
kenaikan pertumbuhan penduduk yang selajutnya meningkatkan angka pertumbuhan
angkatan kerja. Angkatan kerja yang semakin meningkat tidak dapat diserap oleh
pasar tenaga kerjasehingga memperparah jumlah pengangguran.
2. Keseimbangan pasar tenaga kerja
Dalam
kodisi keseimbangan pasar tenaga kerja, secara alamiah selalu terdapat
pengangguran yang dinamakan pengangguran alamiah (natural rate of
unemployment). Yang menyebabkan terjadinya pergeseran kurva phillips adalah
dimana kebijakan fiskal dan moneter tidak dapat menekan tingkat inflasi dan
menanggung beban inflasi secara kesinambungan atau jangka panjang sehingga
tidakmampu menurunkan tingkat pengangguran hingga di bawah tingkat pengangguran
alamiah.
H. Pengaruh pengangguran terhadap pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi
Mengenai pengaruh pengangguran terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
ini sangat signifikan. Karena pengangguran berkaitan dengan pendapatan per
kapita yang menjadi indikator pertumbuhan di suatu negara. Selain itu,
tingginya angka pengangguran menggambarkan belum meratanya pembangunan yang
efeknya akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Namun dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dengan mengurangi pengangguran, pemerintah selalu
menghadapi trade off (dilema) antara
inflasi dan pengangguran. Dimana
ketika pemerintah mencanangkan penyerapan tenaga kerja pasti akan dibarengi
dengan inflasi. Oleh karena itu, inflasi dan pengangguran dapat mempercepat
pertumbuhan ekonomi pada suatu negara.
- Kebijakan
pemerintah dalam menangani pengangguran di Indonesia yang masih mencuat
sampai sekarang
Dari tahun ke tahun, masalah jumlah pengangguran di Indonesia kian
bertambah. Belum ada solusi yang jitu untuk mengatasi tingginya angka
pengangguran sampai saat ini. Pengadaan lapangan kerja saja dirasa tidak cukup
untuk menekan angka pengangguran di negara kita. Oleh karena itu, berikut sedikit solusi untuk mengatasi masalah
pengangguran di Indonesia.
v Pemerintah
1.
Kebijakan Fiskal
Kebijakan pemerintah untuk mengatur pengeluaran pemerintah serta mengatur
besarnya tarif pajak.
Masalah pengangguran
muncul karena pengeluaran agregat (AE1 berada di bawah pengeluaran
agregat yang diperlukan untuk mencapai tingkat konsumsi tenaga kerja penuh (AE2
). Jarak antara AE1 dan AE2 dinamakan jurang deflasi,
jurang deflasi adalah jumlah kekurangan pembelanjaan agregat yang diperlukan
untuk mencapai konsumsi tenaga kerja penuh. Dalam grafik a. dimisalkan
keseimbangan asal di capai di titk E1 keseimbangan ini menunjujukan
pendapatan nasional adalah Y1 dan dalam dalam keseimbangan ini
pengangguran berlaku untuk mengatasinya pemerintah menambah pengeluaran
pemerintah sebanyak ΔG dan pertambahan pengeluaran ini memindahkan pengeluaran
pemerintah dari AE1 ke AE2 . perubahan tersebut berarti
keseimbangan bergeser pula dari E1 ke E2 . Perubahan in akan akan menambah kesempatan
kerja dan mengurangi pengangguran.
2.
Dalam grafik b, yang menunjukan efek pengurangan pajak pada keseimbangn
pendapatan nasional,juga dimisalkan keseimbangan yang asal adalah di E1.
Pengurangan pajak sebesar ΔT (yang sama nilainya dengan ΔG) akan menambah pendapatan
disposibel rumah tangga sebesar Δ =ΔT. perubahan disposibel itu akan adalah
kuarang dari ΔG, yaitu hanya sebesar: ΔC=MPC.ΔG. Kenaikan pengeluaran rumah
tersebut akan memindahkan pengeluaran agregat menjadi AE0 dan
keseimbangan menjadi E0. Maka pendapatan nasional bertambah dari ke
dan oleh sebab itu kesempatan kerja bertambah dan pengangguran berkurang.
3.
Kebijakan moneter Kebijakan pemerintah untuk mengatur tingkat suku bunga.
Pengeluaran
agregat yang mula-mula berlaku dalam perekonomian ditunjukan oleh AE0
dan pendapatan nasional di Y0 . Untuk mengatasi pengangguran dan
menggalakan kegiatan ekonomi bank sentral menambah penawaran uang. Langkah ini
menurunkan suku bunga dan menggalakan para pengusaha menambah investasi, yaitu
sebesar ΔI. Pertambahan investasi tersebut memindahkan pengeluaran agregat dari
AE0 ke AE1 dan memindahkan keseimbangan dari E0
ke E1 . Dengan demikian pendapatan nasional meningkat menjadi .
Peningkatan ini menambah kesempatan
4.
Pemerintah memberikan bantuan wawasan,
pengetahuan dan kemampuan jiwa kewirausahaan kepada Usaha Kecil dan Menengah
(UKM) berupa bimbingan teknis dan manajemen memberikan bantuan modal lunak
jangka panjang, perluasan pasar. Serta pemberian fasilitas khusus agar dapat
tumbuh secara mandiri dan andal bersaing di bidangnya. Mendorong terbentuknya
kelompok usaha bersama dan lingkungan usaha yang menunjang dan mendorong
terwujudnya pengusaha kecil dan menengah yang mampu mengembangkan usaha,
menguasai teknologi dan informasi pasar dan peningkatan pola kemitraan UKM
dengan BUMN, BUMD, BUMS dan pihak lainnya.
5.
Segera melakukan pembenahan, pembangunan
dan pengembangan kawasan-kawasan, khususnya daerah yang tertinggal dan
terpencil sebagai prioritas dengan membangun fasilitas transportasi dan
komunikasi. Ini akan membuka lapangan kerja bagi para penganggur di berbagai
jenis maupun tingkatan. Harapan akan berkembangnya potensi wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baik potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia.
6.
Segera membangun lembaga sosial yang
dapat menjamin kehidupan penganggur. Seperti PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PT
Jamsostek) Dengan membangun lembaga itu, setiap penganggur di Indonesia akan
terdata dengan baik dan mendapat perhatian khusus. Secara teknis dan rinci.
7.
Segera menyederhanakan perizinan dan
peningkatan keamanan karena terlalu banyak jenis perizinan yang menghambat
investasi baik Penanamaan Modal Asing maupun Penanaman Modal Dalam Negeri. Hal
itu perlu segera dibahas dan disederhanakan sehingga merangsang pertumbuhan
iklim investasi yang kondusif untuk menciptakan lapangan kerja.
8.
Mengembangkan sektor pariwisata dan
kebudayaan Indonesia (khususnya daerah-daerah yang belum tergali potensinya)
dengan melakukan promosi-promosi keberbagai negara untuk menarik para wisatawan
asing, mengundang para investor untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan dan
pengembangan kepariwisataan dan kebudayaan yang nantinya akan banyak menyerap
tenaga kerja daerah setempat.
9.
Melakukan program sinergi antar BUMN
atau BUMS yang memiliki keterkaitan usaha atau hasil produksi akan saling
mengisi kebutuhan. Dengan sinergi tersebut maka kegiatan proses produksi akan
menjadi lebih efisien dan murah karena pengadaan bahan baku bisa dilakukan
secara bersama-sama. Contoh, PT Krakatau Steel dapat bersinergi dengan PT. PAL
Indonsia untuk memasok kebutuhan bahan baku berupa pelat baja.
10. Dengan
memperlambat laju pertumbuhan penduduk (meminimalisirkan menikah pada usia
dini) yang diharapkan dapat menekan laju pertumbuhan sisi angkatan kerja baru
atau melancarkan sistem transmigrasi dengan mengalokasikan penduduk padat ke
daerah yang jarang penduduk dengan difasilitasi sektor pertanian, perkebunan
atau peternakan oleh pemerintah.
11. Menyeleksi
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang akan dikirim ke luar negeri. Perlu seleksi
secara ketat terhadap pengiriman TKI ke luar negeri.Sebaiknya diupayakan
tenaga-tenaga terampil.Hal itu dapat dilakukan dan diprakarsai
oleh Pemerintah Pusat dan Daerah.
12. Segera
harus disempurnakan kurikulum dan sistem pendidikan nasional (Sisdiknas).
Sistem pendidikan dan kurikulum sangat menentukan kualitas pendidikan yang
berorientasi kompetensi.Karena sebagian besar para penganggur adalah para
lulusan perguruan tinggi yang tidak siap menghadapi dunia kerja.
13. Segera
mengembangkan potensi kelautan dan pertanian. Karena Indonesia mempunyai letak
geografis yang strategis yang sebagian besar berupa lautan dan pulau-pulau yang
sangat potensial sebagai negara maritim dan agraris. Potensi kelautan dan
pertanian Indonesia perlu dikelola secara baik dan profesional supaya dapat
menciptakan lapangan kerja yang produktif.
14. Mendirikan
program tenaga kerja
15. Mengadakan
program latihan kerja magang
16. Pengerahan
tenaga kerja Indonesia
17. Mendirikan
program pelatihan atau kursus
18. Memperluas
pendistibusian informasi tenaga kerja yang dapat diakses dimanapun.
19. mendorong
majunya pendidikan
20. meningkatkan
latihan kerja untuk memenuhi kebutuhan keterampilan seperti tuntutan industri
modern.
21. meningkatkan
dan mendorong kewiraswastaan.
22. Mendorong
terbukanya kesempatan usaha-usaha informal.
23. meningkatkan
usaha trasmigasi.
24. meningkatkan
pembangunan dengan system padat karya.
25. mengidentifikasikan
program keluarga berencana.
26. membuka
kesempatan ke luar negeri.
v Masyarakat
1.
Mengikuti program latihan kerja
2.
Meningkatkan wiraswasta
3.
Membuka lapangan kerja baru atau mendirikan kursus
4.
Aktif dalam mencari informasi tentang tenaga kerja
v Spesifikasi
cara mengatasi pengangguran sesuai dengan jenisnya
1. Cara
Mengatasi Pengangguran Struktural
a.
Peningkatan mobilitas modal dan tenaga kerja
b.
Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat
dan sector yang kelebihan ke tempat dan sector ekonomi yang kekurangan
c.
Mengadakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi
formasi kesempatan (lowongan) kerja yang kosong, dan
d.
Segera mendirikan industri padat karya di wilayah yang
mengalami pengangguran.
2. Cara Mengatasi Pengangguran Friksional
a. Perluasan kesempatan kerja
dengan cara mendirikan industri-industri baru, terutama yang bersifat padat
karya
b. Deregulasi dan Debirokratisasi di
berbagai bidang industri untuk merangsang timbulnya investasi baru
c. Menggalakkan pengembangan sector
Informal, seperti home industri.
d. Menggalakkan program transmigrasi
untuk menyerap tenaga kerja di sector agraris dan sector formal lainnya
e. Pembukaan proyek-proyek umum
oleh pemerintah, seperti pembangunan jembatan, jalan raya, PLTU, PLTA, dan
lain-lain sehingga bisa menyerap tenaga kerja secara langsung maupun untuk
merangsang investasi baru dari kalangan swasta.
3. Cara
Mengatasi Pengangguran Musiman
a. Pemberian informasi yang cepat jika ada lowongan
kerja di sector lain, dan
b. Melakukan pelatihan di bidang keterampilan lain
untuk memanfaatkan waktu ketika menunggu musim tertentu.
4. Cara mengatasi Pengangguran SiklusUntuk mengatasi
pengangguran jenis ini adalah:
a. Mengarahkan permintaan
masyarakat terhadap barang dan jasa.
b. Meningkatkan
daya beli Masyarakat.
5. Program
Pendidikan dan Pelatihan Kerja
Kondisi Indonesia
masalah pengangguran harus dapat diatasi dengan berbagai upaya. Tiap-tiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sesuai
dengan UUD 45 pasal 27 ayat 2. Sebagai solusi pengangguran berbagai strategi
dan kebijakan dapat ditempuh, untuk itu diperlukan kebijakan yaitu :
1. Pemerintah
memberikan bantuan wawasan, pengetahuan dan kemampuan jiwa kewirausahaan kepada
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) berupa bimbingan teknis dan manajemen memberikan
bantuan modal lunak jangka panjang, perluasan pasar. Serta pemberian fasilitas
khusus agar dapat tumbuh secara mandiri dan andal bersaing di
bidangnya.Mendorong terbentuknya kelompok usaha bersama dan lingkungan usaha
yang menunjang dan mendorong terwujudnya pengusaha kecil dan menengah yang
mampu mengembangkan usaha, menguasai teknologi dan informasi pasar dan
peningkatan pola kemitraan UKM dengan BUMN, BUMD, BUMS dan pihak lainnya.
2. Segera
melakukan pembenahan, pembangunan dan pengembangan kawasan-kawasan, khususnya
daerah yang tertinggal dan terpencil sebagai prioritas dengan membangun
fasilitas transportasi dan komunikasi. Ini akan membuka lapangan kerja bagi
para penganggur di berbagai jenis maupun tingkatan. Harapan akan berkembangnya
potensi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baik potensi sumber
daya alam, sumber daya manusia.
3. Segera
membangun lembaga sosial yang dapat menjamin kehidupan penganggur. Seperti PT
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PT Jamsostek) Dengan membangun lembaga itu, setiap
penganggur di Indonesia akan terdata dengan baik dan mendapat perhatian khusus.
Secara teknis dan rinci.
4. Segera
menyederhanakan perizinan dan peningkatan keamanan karena terlalu banyak jenis
perizinan yang menghambat investasi baik Penanamaan Modal Asing maupun
Penanaman Modal Dalam Negeri. Hal itu perlu segera dibahas dan disederhanakan
sehingga merangsang pertumbuhan iklim investasi yang kondusif untuk menciptakan
lapangan kerja.
5. Mengembangkan
sektor pariwisata dan kebudayaan Indonesia (khususnya daerah-daerah yang belum
tergali potensinya) dengan melakukan promosi-promosi keberbagai negara untuk
menarik para wisatawan asing, mengundang para investor untuk ikut
berpartisipasi dalam pembangunan dan pengembangan kepariwisataan dan kebudayaan
yang nantinya akan banyak menyerap tenaga kerja daerah setempat.
6. Melakukan
program sinergi antar BUMN atau BUMS yang memiliki keterkaitan usaha atau hasil
produksi akan saling mengisi kebutuhan. Dengan sinergi tersebut maka kegiatan
proses produksi akan menjadi lebih efisien dan murah karena pengadaan bahan
baku bisa dilakukan secara bersama-sama. Contoh, PT Krakatau Steel dapat
bersinergi dengan PT. PAL Indonsia untuk memasok kebutuhan bahan baku berupa
pelat baja.
7. Dengan
memperlambat laju pertumbuhan penduduk (meminimalisirkan menikah pada usia
dini) yang diharapkan dapat menekan laju pertumbuhan sisi angkatan kerja baru
atau melancarkan sistem transmigrasi dengan mengalokasikan penduduk padat ke
daerah yang jarang penduduk dengan difasilitasi sektor pertanian, perkebunan
atau peternakan oleh pemerintah.
8. Menyeleksi
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang akan dikirim ke luar negeri. Perlu seleksi
secara ketat terhadap pengiriman TKI ke luar negeri. Sebaiknya diupayakan
tenaga-tenaga terampil. Hal itu dapat dilakukan dan diprakarsai oleh Pemerintah
Pusat dan Daerah.
9. Segera harus
disempurnakan kurikulum dan sistem pendidikan nasional (Sisdiknas). Sistem
pendidikan dan kurikulum sangat menentukan kualitas pendidikan yang
berorientasi kompetensi. Karena sebagian besar para penganggur adalah para
lulusan perguruan tinggi yang tidak siap menghadapi dunia kerja.
10. Segera
mengembangkan potensi kelautan dan pertanian. Karena Indonesia mempunyai letak
geografis yang strategis yang sebagian besar berupa lautan dan pulau-pulau yang
sangat potensial sebagai negara maritim dan agraris. Potensi kelautan dan
pertanian Indonesia perlu dikelola secara baik dan profesional supaya dapat
menciptakan lapangan kerja yang produktif.
Kemudian kebijakan Menakertrans
dalam menanggulangi pengangguran dewasa kini yakni telah dikemukakan sebagai
berikut. Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Kemenakertrans) Muhaimin Iskandar menargetkan penurunan angka
pengangguran di Indonesia. Penurunan tersebut hingga mencapai kisaran 5,5- S, 8
persen, pada akhir 2013. Perkiraan tingkat pengangguran di level 5,5
persen–5,8 persen pada tahun 2013, cukup realitas dengan asumsi
pertumbuhan ekonomi di kisaran 6,8 persen-7,2 persen. Dimana setiap satu persen
pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan lebih dari 350.000 kesempatan kerja. “Pemerintah terus berupaya untuk
membuka lapangan pekerjaan baru baik di bidang formal maupun informal. Salah
satu solusi untuk menekan angka pengangguran adalah dengan menggelar Gerakan
Penanggulangan Pengangguran (GPP) di seluruh Indonesia," Kata Muhaimin
dalam keterangan pers di Jakarta pada Jumat (28/6/2013).
Pemerintah memprioritaskan penciptaan lapangan pekerjaan baik
formal maupun informal. Serta upaya penciptaan lapangan kerja (Job Creation),
yang dipadukan dengan program aksi pemberdayaan masyarakat untuk menciptakan
kesempatan kerja yang lebih luas.
Salah satu kebijakan lainnya yang diambil adalah,
menyelenggarakan Program Aksi Gerakan Penanggulangan Pengangguran (GPP) di
berbagai daerah di Indonesia. Hal tersebut dimaksudkan agar angka pengangguran
dapat turun menjadi 5,1 persen pada tahun 2014.
“Meskipun kondisi
ketenagakerjaan di Indonesia semakin membaik dari tahun ke tahun, namun upaya
untuk membuka lapangan kerja baru dan mengurangi angka pengangguran terus
dilakukan secara intensif," paparnya.
Pemerintah optimis
dapat menurunkan angka pengangguran secara bertahap. Namun diperlukan suatu
komitmen yang diimplementasikan dalam bentuk usaha yang serius dari seluruh
kalangan yakni instansi pemerintah, dunia usaha dan seluruh komponen masyarakat
untuk mengatasi pengangguran yang dilakukan secara terencana, terkoordinasi,
terpadu dan berkesinambungan.
"Salah satunya adalah dengan meningkatkan SDM dengan
membangun kompetensi tenaga kerja yang memiliki daya saing guna perluasan
kesempatan kerja. Yang lebih utama lagi bagimana kita dapat mengembangkan jiwa
kewirausahaan pada pencari kerja tendidik," ungkapnya.
Pertumbuhan
ekonomi merupakan salah satu indikator yang amat penting dalam menilai kinerja
suatu perekonomian, terutama untuk melakukan analisis tentang hasil pembangunan
ekonomi yang telah dilaksanakan suatu negara atau suatu daerah. Ekonomi
dikatakan mengalami pertumbuhan apabila produksi barang dan jasa meningkat dari
tahun sebelumnya. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana
aktivitas perekonomian dapat menghasilkan tambahan pendapatan atau
kesejahteraan masyarakat pada periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi suatu
negara atau suatu wilayah yang terus menunjukkan peningkatan, maka itu
menggambarkan bahwa perekonomian negara atau wilayah tersebut berkembang dengan
baik. Namun tentunya dengan jumlah pengangguran yang terus membengkak akan
menghambat laju pertumbuhan ekonomi suatu Negara. Dan hal ini tentunya tidak
bisa didiamkan terus menerus, pemerintah harus tanggap dalam menghadapi masalah
perekonomian yang paling kronis ini.
Bab III
Penutup
A.
Kesimpulan
Pengangguran di Indonesia kondisinya
saat ini sangat memprihatinkan, banyak sekali terdapat pengangguran di
mana-mana. Penyebab pengangguran yang paling utama di Indonesia ialah pertambahan
penduduk yang tidak diiringi dengan penciptaan lapangan kerja yang seimbang. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran
konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan.
Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang
buruk terhadap penganggur dan keluarganya.
Untuk mengatasi masalah pengangguran ini
pemerintah telah membuat berbagai program untuk menekan angka pengangguran.
Namun pemerintah selalu menghadapi trade
off (dilema) dalam menekan angka pengangguran. Karena ketika pemerintah ingin
mengurangi pengangguran, maka inflasi akan meningkat. Padahal, angka
pengangguran sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di
suatu negara. Oleh karena itu, selain kita mengharapkan upaya pemerintah dalam
menekan angka pengangguran, kita juga harus ikut meminimalisirnya dengan
menjadi wiraswasta misalnya.
Dengan adanya pengangguran yang semakin
meningkat dari tahun ke tahun maka kita akan dituntut harus semakin kreatif,
inovatif dalam menciptakan suatu produk barang dan jasa. Karena jika kita
inovatif dalam menciptakan suatu produk, maka akan menyerap tenaga kerja dan
akan mengurangi pengangguran sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat dan
pembangunan ekonomi semakin merata.
B.
Saran
1.
Jadi untuk mengurangi pengangguran
kita bisa mendorong para pengganggur untuk berwiraswasta seperti ukm, usaha
keluarga dll serta memaksimalkan progam pendidikan dan pelatihan kerja.
Tak luput pula pemerintah harus
memberikan bantuan seperti peminjaman modal kepada masyarakat untuk membuka
usaha mandiri maupun kecil kecilan. Dalam memulai berwiraswasta hilangkanlah
rasa malas, rasa takut rugi intinya kita harus fokus dengan usaha yang akan
kita tekuni. Jangan jadi orang yang suka di gaji tetapi jadilah orang yang suka
menggaji
2.
Memulihkan
kondisi pengangguran di Indonesia tentulah tidak semudah membalikan telapak
tangan. Karena itu diperlukan kerjasama dari seluruh elemen masyarakat dan
pemerintah. Solusi paling mudah untuk mengatasi hal ini adalah dengan
menciptakan lapangan usaha sendiri dan tidak mengharap yang muluk-muluk menjadi
seorang karyawan suatu perusahaan dengan gaji yang besar. Cara lain adalah
dengan menetapkan kebijakan baru yang mempersempit kesempatan para pemilik
perusahaan untuk mem-PHK karyawannya.
3.
Mengubah kebijakan
outsoursing karena itu akan menambah
pengangguran di masyarakat.
Daftar Pustaka
Sukirno, Sudono. 2006. Makroekonomi Teori Pengantar –Ed.7-13.Jaakarta:
PT Raja Grafindo Persada
N. Gregory Mankiw.
2006. Makroekonomi. Jakarta:Erlangga
Mankiw,
N.Gregory. 2003. Teori Ekonomi Makro Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga
Sukirno,
Sadono.1997. Pengantar Teori Makroekonomi.Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada. Sukirno, Sadono. 2006. Makroekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga.
Jakarta: Rajawali Pers
Budiono,
Dr. 2002. Ekonomi Makro. Yogyakarta:
BPEE
Arsyad,
Lincolin. 2004. Ekonomi Pembangunan.
Penerbit : Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, Edisi ke 4, tahun 2004.
Keynes,
John Maynard.1991. Teori Umum Megenai Kesempatan Kerja, Bungan dan Uang.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Melly Lydea, Ria Nurfitriani dan Rizki Fauzi dalam PDF : “ Makalah
Pengangguran ". Universitas Pendidikan Indonesia 2010/2011
( yang
diunduh pada tanggal 3 Juni 2014 )
Samuelson,
Paul A., dan William D. Nordhaus. 1995. Makroekonomi Edisi Keempatbelas.
Jakarta: Erlangga
Samuelson, Paul A dan William D.
Nordhaus. 2004. Ilmu Makro Ekonomi. Jakarta: PT.
Media Global Edukasi Hubbard, Ron.
1983. Masalah Pekerjaan. Bandung: Angkasa Anggota IKAPI
Tjiptoherijanto,
Prijono. 1992. Ketenagakerjaan, Kewirausahaan, dan Pembangunan Ekonomi. PT.
Pustaka LP3ES
Sukirno,
Sadono. 2004. Makroekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta: PT
Raja Grafindo Perrsada
Susanti,
Hera dan Widyanti, Moh. Ihsan. 1998. Indikator-Indikator Makroekonomi. Jakarta:
Lembaga Penerbitan Fak. Eko UI Edisi Ke-3.
(yang diakses pada tanggal 3
Juni 2014)
(yang
diakses pada tanggal 3 juni 2014)
(
yang diakses pada tanggal 3 Juni 2014)