TUGAS HUKUM BISNIS
YAYASAN
Disusun Oleh :
1.
Meike Ristia
Isnaeni K7413104
2.
Muhamad Satari K7413107
3.
Nanang Muchsin K7413
4.
Novia
Cahyaningrum K7413120
5.
Prima Ratna S K7413124
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN EKONOMI
JURUSAN
PENDIDIKAN ILMU SOSIAL
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
BAB 1
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Masalah
Badan hukum adalah segala sesuatu
yang dapat mempunyai hak dan kewajiban, dapat melakukan perbuatan hukum, dapat
menjadi subyek hukum, dapat dipertanggungjawabkan seperti halnya manusia.
Menurut R. Subekti, badan hukum
pada pokoknya adalah suatu badan/perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan
melakukan perbuatan seperti manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat
digugat/menggugat di depan hakim (Subekti, 2005: 19).
Salah satu badan hukum yang ada
adalah Yayasan. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang
dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial,
keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. Pada masa lalu
pendirian Yayasan hanya berdasarkan kebiasaan masyarakat dan yurisprudensi.
Ketiadaan Undang-Undang yang mengatur mengenai Yayasan telah menimbulkan
sengketa sesama organ Yayasan ataupun Yayasan dalam tugasnya tidak sesuai lagi
dengan wewenangnya sebagaimana mestinya, sehingga terjadi tindakan-tindakan
yang dapat melawan hukum.
Pengaturan mengenai Yayasan telah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, yang dimaksudkan untuk
memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat mengenai Yayasan, menjamin
kepastian hukum dan ketertiban hukum, sehingga ada aturan yang mengatur
bagaimana kewenangan Yayasan sebagai suatu badan hukum yang diwakilkan oleh
organ dan apa tindakan yang dapat dilakukan oleh Yayasan sebagai suatu badan
hukum.
Berbeda
dengan tujuan pendirian dari Perseroan Terbatas (PT), tujuan filosofis
pendirian Yayasan tidak bersifat komersial atau tidak mencari keuntungan (nir
laba atau non-profit). Oleh karenanya tujuan pendirian dari Yayasan
diidentikkan dengan kegiatan bidang sosial, keagamaan, pendidikan, kemanusian
dan banyak lagi.
Di
Indonesia, apabila diperhatikan anggaran dasarnya, hampir semua Yayasan
didirikan untuk tujuan nir laba. Namun demikian, hal itu tidak berarti bahwa
dalam praktek Yayasan-Yayasan tersebut tidak menjalankan kegiatan yang bersifat
komersial. Di bidang pendidikan kritik kerap ditujukan pada institusi
penyelenggara pendidikan dimana badan hukum yang digunakan adalah Yayasan.
Harus diakui bahwa pengelolaan Yayasan yang bergerak di bidang pendidikan tidak
sedikit yang menjurus pada pencarian keuntungan. Demikian pula Yayasan yang
mengelola rumah-rumah sakit mewah dianggap sebagai tidak sejalan dengan tujuan
dari Yayasan yang bersifat nir laba.
Banyak
contoh Yayasan yang digunakan sebagaimana layaknya PT. Yayasan demikian
didirikan dengan maksud sebenarnya untuk mencari keuntungan baik langsung
maupun tidak langsung. Banyak contoh untuk hal ini. Yayasan didirikan untuk
memiliki saham, untuk mengelola gedung secara komersial, dan lainnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang UU No
16 Tahun 2001 tentang yayasan, maka dapat ditarik kesimpulan :
1. Bagaimana kewenangan Organ
Yayasan dalam menjalankan Yayasan?
2. Bagaimana wewenang Yayasan
sebagai suatu Badan Hukum dalam membentuk Badan Usaha?
3. Bolehkah Organ Yayasan menjadi
pemegang saham atau karyawan badan usaha yang didirikan Yayasan?
C. Maksud dan Tujuan Penulisan
Mempelajari, mendalami, dan
mengkaji kemandirian Yayasan apabila yayasan tersebut bukan didirikan oleh
perorangan melainkan oleh Badan Hukum.
BAB 2
Pembahasan
Yayasan ialah suatu badan hukum bersifat nirlaba yang
didirikan oleh satu subyek hukum atau lebih yang bergerak di bidang sosial,
keagamaan, dan kemanusiaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yayasan
diartikan sebagai "badan hukum yang tidak mempunyai anggota, dikelola oleh
sebuah pengurus, dan didirikan untuk tujuan sosial (mengusahakan layanan dan
bantuan seperti sekolah; rumah sakit)." Rochmat Soemitro mengartikan badan
hukum sebagai badan yang dapat mempunyai harta, hak, serta kewajiban seperti
orang pribadi. Sedangkan pengertian subyek hukum menurut Abdulkadir Muhammad
dalam buku Hukum Perdata Indonesia mengatakan bahwa subyek hukum adalah orang
yaitu pendukung hak dan kewajiban.
Orang dalam pengertian
hukum dapat terdiri dari manusia pribadi dan badan hukum. Manusia pribadi
adalah subyek hukum dalam arti biologis sebagai makluk sosial. Sedangkan badan
hukum adalah subyek hukum dalam arti yuridis, sebagai gejala dalam kehidupan
bermasyarakat, sebagai badan ciptaan manusia berdasarkan hukum, mempunyai hak
dan kewajiban seperti manusia pribadi. Pengertian yayasan sebagai badan hukum
dikemukakan oleh Scholten bahwa yayasan adalah suatu badan hukum yang mempunyai
unsur-unsur mempunyai harta kekayaan sendiri, yang berasal dari suatu perbuatan
pemisahan, tujuan tertentu, dan alat perlengkapan. Dari beberapa pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa yayasan merupakan suatu badan atau lembaga yang
memiliki harta kekayaan terpisah serta dapat melakukan perbuatan hukum
selayaknya manusia.
Pendirian yayasan di Indonesia saat ini mengacu pada
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dan Undang-undang Nomor 28
Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan (UU Yayasan). UU Yayasan mendefinisikan yayasan sebagai badan hukum
yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai
tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak
mempunyai anggota. Status yayasan sebagai badan hukum baru memiliki kepastian
hukum setelah UU Yayasan berlaku 1 (satu) tahun sejak UU Yayasan diterbitkan,
namun bukan berarti sebelum UU Yayasan diterbitkan di Indonesia terdapat
kekosongan hukum mengenai yayasan. Alasan diberlakukannya UU Yayasan adalah
karena dalam praktek terjadi penyalahgunaan yayasan sebagai wadah memperkaya organ-organnya.
Selain itu UU Yayasan juga diberlakukan karena saat itu tidak ada
perundang-undangan yang mengatur khusus tentang yayasan.
Sebelum UU Yayasan lahir keberadaan yayasan sudah
ada sejak masa kolonialisme Belanda di Indonesia yang disebut dengan nama
"stichting" atau lembaga. Yayasan
dikenal dengan sebutan lembaga, dan badan-badan hukum umum dalam
perundang-undangan pra kemerdekaan Republik Indonesia diantaranya Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijke Wetboek), Reglemen Acara
Perdata (Rechtsvordering), dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek
van Koophandel voor Indonesie).
Menurut UU No 16 tahun 2001 Bab 1 tentang Ketentuan
Umum pendirian yayasan adalah sebagai berikut :
1.
Yayasan harus memastikan dirinya
termasuk sebagai yayasan yang tetap diakui sebagai badan hukum oleh undang-undang
ini. Yayasan harus menyesuaikan anggaran dasarnya;
2.
Yayasan harus merubah struktur organisasinya Yayasan
harus memastikan badan usaha yang didirikannya memiliki kegiatan yang sesuai
dengan maksud dan tujuan yayasan;
3.
Yayasan harus memastikan penyertaan yang dilakukannya
tidak melebihi 25% dari seluruh nilai kekayaan yayasan;
4.
Yayasan tidak boleh lagi menggaji organ yayasan;
5.
Anggota Pembina, Pergurus, dan Pengawas yayasan
dilarang merangkap sebagai Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan
Komisaris atau Pengawas baik pada badan usaha yang didirikan oleh yayasan
ataupun pada badan usaha dimana yayasan melakukan penyertaan;
6.
Semua yayasan wajib membuat ikhtisar laporan
tahunan dan diumumkan pada papan pengumuman di kantor yayasan;
7.
Bagi Yayasan yang memperoleh bantuan negara, bantuan
luar negeri, atau pihak lain sebesar lima ratus juta rupiah atau
lebih; ataumempunyai kekayaan di luar harta wakaf, sebesar dua puluh milyar
rupiah atau lebih,ikhtisar laporan tahunannya wajib diumumkan dalam surat kabar
harian berbahasa Indonesia dan wajib diaudit oleh Akuntan Publik;
8.
Yayasan yang sebagian kekayaannya berasal dari bantuan
negara, bantuan luar negeri dan atau sumbangan masyarakat yang
diperolehnya sebagai akibat berlakunya suatu peraturan perundang-undangan wajib
memgumumkan ikhtisar laporan tahunan pada papan pengumuman yang mencakup
kekayaannya selama 10 (sepuluh) tahun sebelum Undang-undang ini diundangkan;
9.
Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha
kepada Pembina, Pengurus, dan Pengawas; dan
10. Kekayaan
Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan
berdasarkan Undang-undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara
langsung atau tidak langsung kepada Pembina, Pengurus, Pengawas, karyawan, atau
pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap Yayasan.
Kemudian Bab 2 UU No 16
Tahun 2001 menjelaskan tentang syarat-syarat mendirikan sebuah yayasan
diantaranya sebagai berikut :
1. Yayasan
terdiri atas pembina , pengurus dan pengawas
2. Yayasan
didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan
pendiriannya sebagai kekayaan awal
3. Pendirian
yayasan dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam Bahasa Indonesia.
4. Yayasan
dapat didirikan berdasarkan surat wasiat
5. Yayasan
didirikan oleh orang asing atau bersama orang asing, mengenai syarat dan tata
cara pendiriannya diatur dengan peraturan pemerintah.
6. Yayasan
memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian yayasan mendapat lembaran
pengesahan dari menteri
7. Yayasan
tidak boleh memakai nama yang telah dipakai secara sah oleh yayasan lain dan
bertentangan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan.
Mengenai Perubahan Anggaran Dasar Yayasan hanya
dapat dilaksanakan berdasarkan keputusan rapat Pembina. Keputusan ditetapkan
berdasarkan mufakat dalam musyawarah. Jika mufakat tidak tercapai, maka
pengambilan keputusan berdasarkan persetujuan 2/3 dari seluruh anggota Pembina
yang hadir. Perubahan Anggaran Dasar yayasan tidak dapat dilakukan jika yayasan
dalam keadaan pailit, kecuali atas persetujuan kurator.
Setelah Anggaran Dasar yayasan ditetapkan, maka akta
pendirian wajib disahkan sebagai badan hukum atau perubahan anggaran dasar yang
telah disetujui dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
akta pendirian Yayasan yang disahkan atau perubahan Anggaran Dasar yang
disetujui.
Kekayaan Yayasan dapat diperoleh dari:
a.
sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat;
b.
wakaf;
c.
hibah;
d.
hibah wasiat; dan
e.
perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar Yayasan dan/atau
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Yayasan memiliki organ dimana
masin-masin organ mempunyai wewenang, diantaranya :
a. Pembina
Organ Yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan
kepada Pengurus atau Pengawas oleh Undang-undang ini atau Anggaran Dasar.
Wewenang Pembina meliputi :
1. keputusan mengenai perubahan Anggaran Dasar;
2. pengangkatan dan pemberhentian anggota Pengurus dan anggota
Pengawas;
3. penetapan kebijakan umum Yayasan berdasarkan Anggaran Dasar
Yayasan;
4. pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan Yayasan;
dan
5. penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran
Yayasan.
b. Pengurus
Organ Yayasan yang melaksanakan kepengurusan Yayasan. Yang dapat
diangkat menjadi Pengurus adalah orang perseorangan yang mampu
melakukanperbuatan hukum. Pengurus tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau
Pengawas.
c. Pengawas
Organ Yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi
nasihat kepada Pengurus dalam menjalankan kegiatan Yayasan.Yayasan memiliki
Pengawas sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Pengawas yang wewenang, tugas, dan
tanggung jawabnya diatur dalam Anggaran Dasar. Yang dapat diangkat menjadi
Pengawas adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum.
Pengawas tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengurus.
Yayasan
yang kekayaannya berasal dari negara, bantuan
luar negeri atau pihak lain, atau memiliki kekayaan dalam jumlah yang
ditentukan dalam undang-undang, kekayaannya wajib diaudit oleh akuntan publik.
Ikhtisar laporan tahunan Yayasan diumumkan pada papan pengumuman di kantor
Yayasan. Ikhtisar laporan keuangan yang merupakan bagian dari ikhtisar laporan
tahunan wajib diumumkan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia bagi
Yayasan yang dimaksud oleh Undang-undang.
Perbuatan hukum penggabungan Yayasan
dapat dilakukan dengan menggabungkan satu atau lebih Yayasan dengan Yayasan
lain, dan mengakibatkan Yayasan yang menggabungkan diri menjadi bubar.
Penggabungan Yayasan dilakukan dengan memperhatikan: ketidakmampuan Yayasan
dalam melaksanakan kegiatan usahanya tanpa dukungan Yayasan lain, Yayasan yang
menerima penggabungan dan yang bergabung kegiatannya sejenis, atau Yayasan yang
menggabungkan diri tidak pernah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
Anggaran Dasarnya, ketertiban umum, dan kesusilaan.(Pasal 57) Yayasan dapat bubar karena jangka waktu yang ditetapkan
Anggaran Dasar berakhir, tujuan yang ditetapkan telah tercapai atau tidak
tercapai, dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum
berdasarkan alas an melanggar ketertiban umum dan kesusilaan, tidak mampu
membayar utangnya setelah dinyatakan pailit, atau harta kekayaan Yayasan tidak
cukup untuk melunasi utangnya setelah pernyataan pailit dicabut. (Pasal 62)
Yayasan asing yang tidak
berbadan hukum Indonesia dapat melakukan kegiatannya di wilayah Negara Republik
Indonesia, jika kegiatan Yayasan tersebut tidak merugikan masyarakat, bangsa,
dan Negara Indonesia.
Setiap
anggota organ Yayasan yang melanggar ketentuan dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun. Selain pidana penjara, anggota organ yayasan juga
dikenakan pidana tambahan berupa kewajiban
mengembalikan uang, barang, atau kekayaan
yayasan yang dialihkan atau dibagikan.
BAB 3
Penutup
A. Kesimpulan
Dengan diundangkannya Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, maka telah diatur di dalamnya mengenai
kewenangan Organ Yayasan yaitu Pembina, Pengurus, dan Pengawas. Terkait
kewenangan Pembina yang yang tidak diserahkan kepada Pengurus atau Pengawas
telah cukup diatur dalam Pasal 28 s.d. 30 Undang-Undang tersebut. Sedangkan
kewenangan Pengurus yang memiliki fungsi vital menyelenggarakan kepengurusan
Yayasan juga telah diatur dalam Pasal 31 s.d. 39. Sementara itu, Pengawas yang
bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada Pengurus dalam menjalankan
kegiatan Yayasan juga memiliki kewenangan sebagaimana telah diatur dalam Pasal
40 s.d. 47 Undang-Undang dimaksud.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, dapat ditafsirkan bahwa pada dasarnya Yayasan dapat
membentuk badan usaha untuk tujuan mencari keuntungan. Yayasan tidak
digunakan sebagai wadah usaha dan Yayasan tidak dapat melakukan kegiatan usaha
secara langsung tetapi harus melalui badan usaha yang didirikannya atau melalui
badan usaha lain dimana Yayasan menyertakan kekayaannya.
Terhadap adanya kewenangan Yayasan
untuk membentuk badan usaha tersebut, perlu diingat ketentuan Pasal 7 ayat (3)
yang menyatakan bahwa Organ Yayasan dilarang merangkap sebagai Anggota Direksi
atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan usaha yang
dibentuk oleh Yayasan. Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha
kepada Organ Yayasan21. Sesuai dengan maksud dan tujuan
Yayasan yang bersifat sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, sehingga seseorang
yang menjadi anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan harus bekerja
secara sukarela tanpa menerima gaji, upah, atau honor tetap. Kekayaan Yayasan
baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan, dilarang
dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk
gaji, upah, maupun honorarium, atau
bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Pembina, Pengurus dan
Pengawas.
Daftar pustaka
Sri Mamudji, et al.,Metode
Penelitian dan Penulisan Hukum, Cet. 1, (Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 4.
Susanto, A.B., dkk,
2002, Reformasi Yayasan, Perspektif Hukum dan Manajemen.
Yogyakarta : Penerbit Andi Yogyakarta.
http://www.jurnalhukum.com, Selasa, 28 Agustus 2012.
http://annekasaldianmardhiah.blogspot.com, Kamis, 31 Mei 2012.
http://pascasarjana.esaunggul.ac.id.
H. Abdurrahman, Kompilasi
Hukum Islam di Indonesia. Cet. 4, (Jakarta: Akademika Pressindo,
2004),
hlm. 1.
Soetjipto Wirosardjono,
"Agama dan Pembangunan", dalam Moralitas Pembangunan Perspektif
Agama-agama di
Indonesia,
Cet. 1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994), hlm. 8
H. Hasbar, ed., Islam Untuk
Disiplin Ilmu Hukum, (Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama
Islam
Departemen Agama Republik Indonesia, 2002), cet.2, hlm. 19-20.
Arie Kusumastuti Maria
Suhardiadi, Hukum Yayasan Di Indonesia (Berdasarkan Undang-
Undang Repubik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan), cet. 1,
(Jakarta: PT. ABADI, 2002),
hlm.3
Departemen Pendidikan Nasional
Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam
Jaringan,
<http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php>, diakses 5 April 2010
C.S.T. Kansil, Jm Christine
Kansil, Pokok-pokok Badan Hukum, (Jakarta: Sinar Harapan,
2002), hlm. 2.
Abdulkadir Muhammad, Hukum
Perdata Indonesia. Cet. I. (Bandung: PT. Citra Aditya Baksi,
2000), hlm. 26.
Gatot Suparmono.
Hukum Yayasan di Indonesia. Cet. I, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm.
3.
0 comments:
Post a Comment