MAKALAH TEORI EKONOMI
Masalah Makroekonomi dan kebijakan pemerintah
Disusun
Oleh
Prima
Ratna Sari K7413124
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
JURUSAN
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2014
|
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke Hadirat Tuhan yang Maha
Esa karena berkat, rahmat dan karuniaNya, saya dapat menyelesaikan tugas
makalah yang diberikan oleh Ibu Mintasih Indriayu selaku dosen mata kuliah Teori Ekonomi.
Terima kasih saya ucapkan kepada Ibu Mintasih Indriayu yang telah memberikan
tugas ini sehingga saya Makroekonomi di Indonesia di Indonesia.
Dalam menyusun makalah ini saya
menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan sebab
pengetahuan dan pengalaman yang saya miliki belum luas.
Akhir kata ,semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Surakarta, Mei 2014
Penyusun
ABSTRAKSI
Ekonomi makro atau
makroekonomi adalah studi tentang ekonomi secara keseluruhan. Makro ekonomi
menjelaskan perubahan ekonomi yang mempengaruhi banyak rumah tangga (household)
perusahaan, dan pasar. Ekonomi makro dapat digunakan untuk menganalisis cara
terbaik untuk mempengaruhi target-target kebijaksanaan seperti pertumbuhan
ekonomi, stabilitas harga, tenaga kerja dan pencapaian keseimbangan neraca yang
berkesinambungan.
Ilmu ekonomi makro
mempelajari variabel-variabel ekonomi secara agregat (keseluruhan). Variabel-variabel
tersebut antara lain : pendapatan nasional, kesempatan kerja dan atau
pengangguran, jumlah uang beredar, laju inflasi, pertumbuhan ekonomi, maupun
neraca pembayaran internasional. Sementara ilmu ekonomi mikro mempelajari
variabel-variabel ekonomi dalam lingkup kecil misalnya perusahaan, rumah
tangga.
Masalah-masalah makro
ekonomi terjadi di setiap negara baik Negara maju dan juga negara berkembang.
Oleh karena itu, Pemerintah menciptakan kebijakan-kebijakan makro
ekonomi agar pembangunan nasional dapat berjalan dengan baik. Makalah ini akan
membahas mengenai kebijakan-kebijakan makro ekomoni yang ada di Indonesia dan
masalah ekonomi yang terjadi.
Kata Pengantar.................................................................................................... 2
Abstraksi.............................................................................................................. 3
Daftar Isi.............................................................................................................. 4
Bab I : Pendahuluan.......................................................................................... 5 A. Latar
Belakang……………………………………………………..…..........................
A. Latar Belakang.............................................................................................. 5
B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 7
C. Tujuan Penulisan............................................................................................ 8
D. Manfaat Penulisan......................................................................................... 8
E. Landasan Teori.............................................................................................. 8
Bab II : Pembahasan........................................................................................... 9
I.
Masalah Makro Jangka
Pendek................................................................. 10
A. Pendapatan
Potensial dan Sebenarnya................................................. 10
B. Pengangguran....................................................................................... 13
C. Inflasi.................................................................................................... 19
D. Ketimpangan
Neraca Pembayaran........................................................ 24
E. Krisis
Nilai Tukar.................................................................................. 26
F. Perbankan
dan Kredit Macet................................................................ 27
II. Masalah
Makro Jangka Panjang................................................................... 28
A. Pertumbuhan
ekonomi............................................................................... 29
B. Pertambahan
kapasitas produksi............................................................... 30
C. Tersedianya
dana untuk investasi.............................................................. 31
D. Kemiskinan................................................................................................ 32
E. Hutang
luar negeri..................................................................................... 32
Bab III : Penutup................................................................................................ 46
A. Kesimpulan................................................................................................... 46
B. Saran............................................................................................................. 47
Daftar Pustaka.................................................................................................... 48
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang
Ilmu ekonomi
sering dibedakan menjadi mikro dan makro ekonomi. Mikro ekonomi adalah
bagian dari ilmu ekonomi yang berkenaan dengan kegiatan-kegiatan ekonomi dari
unit-unit individual, sebagai bagian kecil dari keseluruhan kegiatan ekonomi,
seperti kehiduan suatu perusahaan, harga dan upah, pembagian pendapatan total
di antara berbagai industri. Ekonomi makro adalah bagian dari ilmu ekonomi yang
mempelajari masalah ekonomi secara keseluruhan ( totalitet / aggregatif ).
Maksud digunakannya istilah agregatif adalah untuk menekankan bahwa yang
menjadi yang menjadi pusat perhatiannya adalah variabel-variabel total, seperti
: pendapatan total (nasional/masyarakat/seluruh), tabungan masyarakat,
investasi total, konsumsi nasional atau pembelanjaan masyarakat, produksi
nasional, investasi total, dan bukannya penganalisaan yang terperinci atas
komponen-komponen yang bersifat total itu. Alat utama ekonomi makro adalah pendapatan
nasional dan analisa pendapatan nasional.
Sebuah
negara tidak akan pernah bisa
lepas dari berbagai macam permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya.
Terlebih pada negara – negara yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti
Indonesia.Seiring dengan perkembangan zaman, kegiatan ekonomi pun
semakin berkembang. Dulu kegiatan ekonomi dilakukan dengan sangat
sederhana. Seperti adanya sistem barter yang dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari- hari. Akan tetapi dengan berkembangnya kegiatan
ekonomi, tujuan kegiatan ekonomi pun berubah, yang semula dilakukan hanya untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari, kini kegiatan ekonomi dilakukan untuk
memperoleh keuntungan (profit). Perkembangan ekonomi yang semakin maju
menjadikan masalah- masalah dalam perekonomian pun menjadi semakin kompleks.
Sehingga teori- teori sebelumnya tidak bisa digunakan untuk menjelaskan
beberapa masalah perekonomian yang terjadi. Hal ini akhirnya mengakibatkan
banyak para ahli ekonomi yang mencoba untuk menjawab pertanyaan dari
beberapa masalah perekonomian yang belum bisa dijelaskan oleh teori sebelumnya.
Indonesia
tergolong negara yang masih “muda” yang sedang dala proses pertumbuhan atau
dengan kata halus disebut “sedang membangun” atau “developing country”. Dunia ekonomi kita masih dalam transisi
(peralihan) dari masyarakat tradisional menuju masyarakat industri modern.
Sisa-sisa feodalisme masih kuat dan dalam hal demokrasi kita baru dalam tahap
“belajar”. (T.Gilarso : 2002)
Dalam
hal jumlah penduduk, Indonesia merupakan negara nomor empat yang terbesar di
dunia. Tetapi dalam hal taraf hidup rakyat, persoalan ekonomi masih merupakan
tantangan yang berat : bagaimana menyediakan cukup makanan, obat-obatan,
pendidikan, dan pekerjaan untuk lebih dari 200 juta penduduknya. Pendapatan per
kapita masih tergolong rendah dan pembagian kekayaan sangat tidak merata.
Secara
logika keadaan dimana banyaknya jumlah penduduk seharusnya sudah harus mampu mendorong perkembangan
sektor riil. Namun demikian, hal itu tidak juga terjadi. Namun
permasalahan yang dihadapi saat ini adalah belum bergeraknya sektor riil. Uang
yang diperoleh dari penanaman modal, yang sebenarnya merupakan dana jangka
pendek, banyak digunakan untuk investasi jangka panjang seperti investasi
properti. Memang banyak faktor yang
menyebabkan mengapa hal itu tidak terjadi yang antara lain oleh faktor ekonomi
maupun non ekonomi.Faktor ekonomi seperti masalah transportasi, jalan dan
jembatan, energi listrik dan sebagainya. Sementara dari faktor non ekonomi
seperti masalah hukum (ketidak pastian hukum), masalah
politik (meningkatnya suhu politik menghadapi pemilu 2014), masalah sosial
(meninggkatnya kriminalitas yang muncul dampak dari pengangguran yang tinggi).
Masalah transportasi/jalan raya/jembatan yang jelek berakibat pada turunnya
tingkat efisiensi perusahaan.
Oleh karena
itu, Pemerintah menciptakan kebijakan-kebijakan makro ekonomi agar
pembangunan nasional dapat berjalan dengan baik dimana dapat mewujudkan masyarakat
yang maju, adil, dan makmur.
B. Rumusan Masalah
Melihat permasalahan bisnis di Indonesia
dari latar belakang tersebut , maka dapat saya simpulkan beberapa rumusan
masalah mengenai permasalahan ekonomi makro di Indonesia sebagai berikut :
1. Bagaimana
pertumbuhan ekonomi Indonesia di era reformasi ?
2. Apa
saja permasalahan ekonomi makro di Indonesia ?
3. Faktor
apa saja yang menyebabkan permasalahan ekonomi makro di Indonesia ?
4. Apa
dampak dari setiap permasalahan ekonomi makro tersebut ?
5. Bagaimana
langkah pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan ekonomi makro di Indonesia
?
6. Apa
tantangan pemerintah dalam membuat kebijakan ekonomi di Indonesia ?
7. Apa
sarana pemerintah dalam politik perekonomian atau kebijakan ekonomi ?
8. Bagaimana
penerapan teori ekonomi makro pada era globalisasi ?
9. Bagaimana
kualitas SDM Indonesia dalam persaingan global dengan masalah ekonomi makro
yang semakin kompleks ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini tidak lain
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi Indonesia di era
reformasi sekarang.
2. Untuk mengetahui apa saja permasalahan ekonomi makro
di Indonesia.
3. Untuk mengetahui faktor penyebab permasalahan ekonomi
makro di Indonesia.
4. Untuk mengetahui dampak dari setiap permasalahan
ekonomi makro.
5. Untuk mengetahui upaya pemerintah dalam mengatasi
permasalahan ekonomi makro.
6. Untuk mengetahui apa saja tantangan pemerintah dalam
membuat kebijakan-kebijakan ekonomi di Indonesia.
7.
Untuk mengetahui apa
sarana pemerintah dalam politik perekonomian atau kebijakan ekonomi ?
8. Untuk mengetahui penerapan teori ekonomi makro di
Indonesia.
9. Untuk mengetahui sejauh mana kualitas SDM Indonesia
dalam persaingan global dengan masalah ekonomi makro yang semakin kompleks.
D.
Manfaat Penulisan
Dengan adanya tugas penulisan makalah
ini, manfaat yang saya dapat :
1.
Dapat
mengetahui bagaimana pertumbuhan ekonomi Indonesia sekarang.
2.
Dapat
mengetahui apa saja permasalahan ekonomi makro di Indonesia.
3.
Dapat
mengetahui langkah apa saja yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalahan
ekonomi makro di Indonesia.
E. Metodologi Penulisan
Untuk mempermudah dan membantu
kelancaran penulisan yang dilaksanakan, maka penulis menggunakan metode kepustakaan,
yakni:
a. Mencari berbagai
referensi buku sebagai sumber penulis untuk membuat makalah ini, dan
b. Mencari
sumber lainnya melalui situs-situs internet.
Pembahasan
Sebagai
akibat krisis moneter pertengahan tahun 1997, pertumbuhan ekonomi Indonesia
turun drastis pada tahun 1998 tetapi tumbuh kembali secara perlahan mulai
tahun 1999. Namun sejak saat itu hingga tahun 2006 ekonomi kita bergerak lambat
dengan pertumbuhan yang rendah. Timbul keingintahuan mengapa ekonomi kita
bergerak lambat dan apakah ini tanda-tanda bahwa perekonomian kita telah
terperangkap pada pertumbuhan rendah. Apabila benar perekonomian kita telah
terperangkap pada pertumbuhan rendah, apakah masih ada kemungkinan untuk bisa
keluar dari perangkap tersebut dan apa langkah-langkah yang dapat ditempuh agar
secara bertahap dapat keluar dari perangkap tersebut.
Seiring
perkembangan zaman, ekonomi makro Indonesia saat ini bisa dikatakan jauh lebih
kuat untuk menghadapi ancaman krisis ekonomi dibandingkan dengan kondisi
ekonomi pada 1997. Jika dilihat dari sisi arus investasi portofolio,
keadaan Indonesia saat ini memang sama seperti yang terjadi pada
1997. Indeks Harga saham Gabungan (IHSG) yang mencapai indeks 4000
merupakan angka tertinggi dalam sejarah Indonesia. Meski demikian, keadaan
perekonomian sekarang jauh lebih bagus dari 2007. Hal itu ditandai dengan
kuatnya cadangan devisa saat ini yang mencapai 49 miliar dolar AS, sedangkan pada
1997 cadangan devisa diserbu para spekulan (para pemegang saham). Indikasi
kuatnya perekonomian tersebut adalah nilai ekspor yang menguat, selain itu
ditandai juga dengan penguatan nilai rupiah.
Namun, tidak
ada buruknya jika dilakukan langkah pencegahan terhadap munculnya krisis
ekonomi Asia, sehingga negara-negara di ASEAN lebih siap
menghadapinya. Langkah tersebut dapat dilakukan dengan kerjasama ekonomi
secara internasional untuk menggalang kekuatan ekonomi bersama. Kuatnya
perekonomian juga ditandai dengan nilai investasi yang positif di mana modal
yang masuk lebih besar dari pada modal yang ke luar. Kondisi tersebut berbeda
jauh dibanding pada 2007 di mana investasi yang datang banyak yang
hengkang. Karena itu, modal yang masuk saat ini harus dipertahankan agar
tidak ke luar sehingga dapat memperkuat perekonomian disamping cadangan devisa
yang besar harus dipertahankan.
Secara
garis besar, permasalahan kebijaksanaan makro mencakup dua permasalahan pokokmasalah
jangka pendek atau masalah stabilisasi dan masalah jangka panjang atau masa
pertumbuhan.
I.
MASALAH MAKROEKONOMI JANGKA PENDEK
Masalah
jangka pendek atau masalah stabilisasi. Masalah ini berkaitan dengan bagaimana
“menyetir” perekonomian nasional dari bulan ke bulan, dari triwulan ke triwulan
atau dari tahun ke tahun, agar terhindar “penyakit makro” utama yaitu
diantaranya :
A. Pendapatan
Nasional Potensial dan Sebenarnya.
Yang
dimaksudkan dengan pendapatan nasional
potensial adalah tingkat pendapatan nasional yang akan dicapai apabila
tenaga kerja dalam perekonomian sepenuhnya digunakan, yaitu pendapatan nasional
yang akan dicapai pada kesempatan kerja penuh. Dalam prakteknya, kesempatan
kerja penuh bukanlah berarti keadaan dimana semua tenaga kerja mempunyai
pekerjaan. Suatu perekonomian sudah dianggap mencapai kesempatan kerja penuh
apabila dalam perekonomian, pengangguran yang wujud hanyalah terdiri dari pengangguran normal (orang yang
berhenti dari suatu pekerjaan untuk mencari pekerjaan lain) dan pengangguran struktural (pengangguran
yang ditimbulkan sesuatu bidang usaha yang diakibatkan oleh perkembangan
ekonomi). Ahli-ahli ekonomi berpendapat sesuatu ekonomi sudah mencapai
kesempatan kerja penuh apabila pengangguran berada di sekitar 2 - 3 persen.
Yang
diartikan dengan pendapatan nasional
sebenarnya adalah pendapatan yang sebenarnya diwujudkan oleh
kegiatan-kegiatan ekonomi pada masa tersebut. Biasanya pendapatan nasional
sebenarnya adalah kurang dari pendapatan
nasional potensial. Perbedaan ini dinamakan jurang pendapatan nasional. Perbedaan tersebut menyebabkan tingkat
pengangguran adalah lebih tinggi dari tingkat pengangguran pada kesempatan
kerja penuh. Dengan perkataan lain, jurang pendapatan nasional akan wujud
apabila pengangguran dalam ekonomi melebihi 5%. Dalam prakteknya, tidak banyak
negara yang menghitung pendapatan nasional potensialnya. Oleh sebab itu,
tidaklah mudah untuk mengetahui besarnya jurang pendapatan nasional.
Dalam suatu
perekonomian faktor-faktor produksi – tenaga kerja, modal, kakayaan alam yang
dieksploiter, teknologi dan skill kewirausahaan – selalu mengalami pertambahan.
Sebagai akibatnya kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa
akan terus menerus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Perkembangan
pendapatan nasional yang sebenarnya diwujudkan oleh kegiatan-kegiatan ekonomi
yang berlaku pada setiap tahun digambarkan oleh grafik Ys. Bentuk
grafik itu akan menunjukkan adakalanya ia menurun (pergerakan dari A ke B) dan
adakalanya ia meningkat (pergerakan dari B ke C). Keadaan yang seperti itu
berarti arah aliran perkembangan pendapatan nasional yang sebenarnya tidak
terus menerus menunjukkan kecenderungan meningkat. Adakalanya ia menurun, dan
berarti pendapatan nasional merosot dan lebih banyak pengangguran. Adakalanya
ia meningkat dengan pesat dan ini disebabkan oleh perkembangan kegiatan ekonomi
yang pesat yang dapat mengurangi atau mengatasi masalah pengangguran.
Perbedaan diantara pendapatan nasional potensial dan
pendapatan nasional sebenarnya ditunjukkan oleh perbedaan garis Yp
dan Ys pada suatu tahun tertentu. Sebagai contoh perhatikan keadaan ditahun 1985
seperti grafik dibawah ini. Perbedaan diantara pendapatan nasional potensial
dan pendapatan nasional sebenarnya adalah sebesar garis DB. Dan nilai ini sama
dengan YPO (pendapatan nasional potensial 1985) dikurangi dengan YSO
(pendapatan nasional sebenarnya 1985). Keadaan yang digambarkan menunjukkan
pendapatan nasional yang sebenarnya adalah jauh dibawah pendapatan nasional
potensial. Keadaan seperti itu akan menyebabkan masalah pengangguran yang
relatif serius.
Adakalanya dalam
suatu tempo tertentu perekonomian mengalami perkembangan pesat yang menyebabkan
pendapatan nasional yang sebenarnya telah
menjadi lebih besar dari pendapatan nasional potensial. Keadaan seperti
ini berlaku ketika pengangguran mencapai tingkat yang sangat rendah (kurang
dari 4 persen) dan lebih banyak pekerja industri yang melakukan kerja lembur. Cara lain untuk mencapai keadaan tersebut adalah
dengan menggunakan pekerja-pekerja dari luar negeri untuk mengatasi masalah
kekurangan tenaga kerja. Tingkat kegiatan ekonomi yang tinggi tersebut kerap
kali diikuti oleh masalah inflasi. Titik C menggambarkan keadaan seperti itu,
inflasi.
Suatu
periode perkembangan ekonomi akan diikuti oleh masa kemunduran atau
perkembangan ekonomi yang lambat pada masa tersebut. Perlambatan perkembangan
ekonomi ini tidak berlangsung secara terus-menerus. Kegiatan ekonomi kelak akan
meningkat meningkat kembali. Gerak naik turun kegiatan ekonomi dari suatu
periode ke periode lainnya dinamakan konjungtur
atau business cycle. Berikut akan
digambarkan Grafik konjungtur perusahaan atau siklus bisnis.
Garis trend diatas menggambarkan
arah aliran dari perkembangan ekonomi yang seharusnya (yang ideal). Tersediamya
faktor-faktor produksi yang semakin banyak menyebabkan suatu perekonomian akan
selalu menunjukkan trend yang semakin
berkembang. Tetapi garis AB pada garis ekonomi sebenarnya menunjukkan periode
kemunduran ekonomi yang disebut resesi. Apabila
kegiatan ekonomi mulai meningkat kembali (Garis BC) dinamakan pemulihan atau recovery. Apabila pemulihan ini berjalan cukup lama, akan
menyebabkan tingkat pengangguran yang sangat rendah. Maka keadaan ini dinamakan
kemakmuran atau boom.Ketika mengalami resesi diharapkan akan meningkat kembali agar
tidak mengalami resesi terus menerus yang mengakibatkan depresi atau bisnis
gulung tikar.
B. Pengangguran
Masalah
kesempatan kerja merupakan tantangan yang berat, khususnya bagi generasi muda. Persoalan muncul karena pertumbuhan
angkatan kerja yang cepat (karena laju pertumbuhan penduduk), yang kurang
diimbangi dengan penyediaan lapangan pekerjaan. Mutu dan produktivitas
tenaga kerja yang masih rendah berakibat tingkat penghasilan juga rrendah.
Masalah lain adalah penyebaran angkatan kerja yang tidak merata, baik sektoral
maupun regional. Sementara itu angkatan kerja muda terdidik bertambah dengan
cepatnya, jumlah wanita yang mencari pekerjaan semakin banyak dan setengah
pengangguran di sektor informal semakin meluas.
Masalah
ketenagakerjaan di Indonesia memang cukup unik. Sebab di satu pihak ada
kelebihan tenaga kerja yang tidak bisa tertampung dalam usaha produksi yang
ada. Akan tetapi banyak perusahaan mengeluh tentang kekurangan tenaga kerja (tentu saja yang qualified). Salah satu
ciri permasalahan tenaga kerja dan kesempatan kerja adalah tidak cukupnya
tenaga kerja yang memenuhi persyaratan untuk mengisi lowongan kerja yang ada. Baik kelebihan maupun kekurangan tenaga
kerja ini memperlambat pertumbuhan ekonomi, menimbulkan berbagai macam kendala
yang akhirnya membuat ekonomi kita bercirikan “biaya tinggi” dengan laju
inflasi yang tinggi pula. Kekurangan yang paling dirasakan adalah
kekurangan tenaga kerja terampil. Hal ini disebabkan terutama karena sistem
pendidikan dan latihan tidak sesuai dengan kebutuhan akan tenaga kerja di dunia
usaha.
Masalah pengangguran tentulah tidak
muncul begitu saja tanpa suatu sebab. Faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya pengganguran secara global adalah sebagai berikut :
1. Besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang dengan Kesempatan Kerja
Ketidakseimbangan terjadi apabila jumlah angkatan kerja lebih besar daripada
kesempatan kerja yang tersedia. Kondisi sebaliknya sangat jarang terjadi.
2. Struktur
Lapangan Kerja Tidak Seimbang
3. Kebutuhan
jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak
seimbang.Apabila kesempatan kerja jumlahnya sama atau lebih besar daripada
angkatan kerja, pengangguran belum tentu tidak terjadi. Alasannya, belum tentu
terjadi kesesuaian antara tingkat pendidikan yang dibutuhkan dan yang tersedia.
Ketidakseimbangan tersebut mengakibatkan sebagian tenaga kerja yang ada tidak
dapat mengisi kesempatan kerja yang tersedia.
4. Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja antar
daerah tidak seimbang Jumlah angkatan kerja disuatu daerah mungkin saja lebih
besar dari kesempatan kerja, sedangkan di daerah lainnya dapat terjadi keadaan
sebaliknya. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan perpindahan tenaga kerja dari
suatu daerah ke daerah lain, bahkan dari suatu negara ke negara lainnya.
5. Budaya
pilih-pilih pekerjaan Pada dasarnya setiap orang ingin bekerja sesuai dengan
latar belakang pendidikan. Dan lagi ditambah dengan sifat gengsi maka tak heran
kebanyakan yang ditemukan di Indonesia bukan pengangguran terselubung,
melainkan pengangguran terbuka yang didominasi oleh kaum intelektual
(berpendidikan tinggi).
6. Pemalas.
Selain budaya memilih-milih pekerjaan,budaya (negatif)
lain yang menjamur di Indonesia adalah budaya malas. Malas mencari pekerjaan
sehingga jalan keluar lain yang ditempuh adalah dengan menyogok untuk
mendapatkan pekerjaan.
7. Tidak mau
ambil resiko “Saya bersedia tidak digaji selama 3 bulan pertama jika diterima
bekerja di kantor bapak. Dengan demikian bapak tidak akan rugi. Jika bapak
tidak puas dengan hasil kerja saya selama 3 bulan tersebut, bapak bisa pecat
saya.” Adakah yang berani mengambil resiko seperti itu? Kami yakin sedikit
sekali. Padahal kalau dipikir-pikir itu justru menguntungkan si pencari kerja
selama 3 bulan tersebut ia bisa menimba pengalamansebanyak-banyaknya.Meskipun
akhirnya dipecat juga, toh dia sudah mendapat pengalaman kerja 3 bulan.
Tujuan akhir
pembangunan ekonomi suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan kemakmuran
masyarakat dan pertumbuhan ekonomi agar stabil dan dalam keadaan naik terus.
Jika tingkat pengangguran di suatu negara relatif tinggi, hal tersebut akan
menghambat pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yang telah dicita-citakan.
Hal ini terjadi karena pengganguran berdampak negatif terhadap kegiatan perekonomian, seperti yang dijelaskan di bawah ini:
Hal ini terjadi karena pengganguran berdampak negatif terhadap kegiatan perekonomian, seperti yang dijelaskan di bawah ini:
a.
Pengangguran bisa menyebabkan
masyarakat tidak dapat memaksimalkan tingkat kemakmuran yang dicapainya. Hal
ini terjadi karena pengangguran bisa menyebabkan pendapatan nasional riil
(nyata) yang dicapai masyarakat akan lebih rendah daripada pendapatan potensial
(pendapatan yang seharusnya). Oleh karena itu, kemakmuran yang dicapai oleh
masyarakat pun akan lebih rendah.
b.
Pengangguran akan menyebabkan
pendapatan nasional yang berasal dari sektor pajak berkurang. Hal ini terjadi
karena pengangguran yang tinggi akan menyebabkan kegiatan perekonomian menurun
sehingga pendapatan masyarakat pun akan menurun. Dengan demikian, pajak yang
harus dibayar dari masyarakat pun akan menurun. Jika penerimaan pajak menurun,
dana untuk kegiatan ekonomi pemerintah juga akan berkurang sehingga kegiatan
pembangunan pun akan terus menurun.
c.
Pengangguran tidak menggalakkan
pertumbuhan ekonomi. Adanya pengangguran akan menyebabkan daya beli masyarakat
akan berkurang sehingga permintaan terhadap barang-barang hasil produksi akan
berkurang. Keadaan demikian tidak merangsang kalangan Investor (pengusaha)
untuk melakukan perluasan atau pendirian industri baru. Dengan demikian tingkat
investasi menurun sehingga pertumbuhan ekonomipun tidak akan terpacu.
d.
Dampak pengangguran terhadap
Individu yang Mengalaminya dan Masyarakat.
Berikut ini merupakan dampak negatif pengangguran terhadap individu yang mengalaminya dan terhadap masyarakat pada umumnya:
Berikut ini merupakan dampak negatif pengangguran terhadap individu yang mengalaminya dan terhadap masyarakat pada umumnya:
1)
Pengangguran dapat menghilangkan
mata pencaharian
2)
Pengangguran dapat menghilangkan
ketrampilan
3)
Pengangguran dapat meningkatkan
angka kriminalitas
4)
Pengangguran akan menimbulkan
ketidakstabilan sosial politik.
5)
Pengangguran dapat meningkatkan
angka kemiskinan.
Dari tahun
ke tahun, masalah jumlah pengangguran di Indonesia kian bertambah. Belum ada
solusi yang jitu untuk mengatasi tingginya angka pengangguran sampai saat ini.
Pengadaan lapangan kerja saja dirasa tidak cukup untuk menekan angka
pengangguran di negara kita. Oleh karena
itu, berikut sedikit solusi untuk mengatasi masalah pengangguran di Indonesia.
1. Cara
Mengatasi Pengangguran Struktural
a. Peningkatan
mobilitas modal dan tenaga kerja
b. Segera
memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sector yang kelebihan ke
tempat dan sector ekonomi yang kekurangan
c. Mengadakan
pelatihan tenaga kerja untuk mengisi formasi kesempatan (lowongan) kerja yang
kosong, dan
d. Segera
mendirikan industri padat karya di wilayah yang mengalami pengangguran.
2. Cara Mengatasi Pengangguran Friksional
a. Perluasan
kesempatan kerja dengan cara mendirikan industri-industri baru, terutama yang
bersifat padat karya
b. Deregulasi
dan Debirokratisasi di berbagai bidang industri untuk merangsang timbulnya
investasi baru
c. Menggalakkan
pengembangan sector Informal, seperti home indiustri
d. Menggalakkan
program transmigrasi untuk menyerap tenaga kerja di sector agraris dan sector
formal lainnya
e. Pembukaan
proyek-proyek umum oleh pemerintah, seperti pembangunan jembatan, jalan raya,
PLTU, PLTA, dan lain-lain sehingga bisa menyerap tenaga kerja secara langsung
maupun untuk merangsang investasi baru dari kalangan swasta.
3. Cara
Mengatasi Pengangguran Musiman
a. Pemberian
informasi yang cepat jika ada lowongan kerja di sector lain, dan
b. Melakukan
pelatihan di bidang keterampilan lain untuk memanfaatkan waktu ketika menunggu
musim tertentu.
4. Cara
mengatasi Pengangguran SiklusUntuk mengatasi pengangguran jenis ini adalah:
a. Mengarahkan
permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa.
b. Meningkatkan
daya beli Masyarakat.
5. Program
Pendidikan dan Pelatihan Kerja
Pengangguran terutama disebabkan oleh masalah tenaga
kerja yang tidak terampil dan ahli. Perusahaan lebih menyukai calon pegawai
yang sudah memiliki keterampilan atau keahlian tertentu. Masalah tersebut amat
relevan di negara kita mengingat sejumlah penganggur adalah orang yang belum
memiliki keterampilan atau keahlian tertentu. Untuk mengatasi masalah tersebut,
perlu digalakan lembaga yang mendidik tenaga kerja menjadi siap pakai. Yang
paling penting dalam pendidikan dan pelatihan kerja itu adalah kesesuaian
program dengan kualifikasi yang dituntut oleh kebanyakan perusahaan.
C. Inflasi
Inflasi adalah kenaikan harga barang
bersifat umum secara terus-menerus.Semenjak peradaban manusia mulai menggunakan
uang, terutama setelah penggunaan uang kertas dilakukan, telah disadari bahwa
uang dapat menimbulkan banyak persoalan dalam kegiatan perekonomian. Uang yang
berlebih-lebihan akan menimbulkan kenaikan harga-harga yang menyeluruh, yang
lebih dikenal dengan inflasi. Inflasi merupakan salah satu masalah
ekonomi yang banyak dialami oleh hampir semua negara. Adakalanya tingkat
inflasi adalah rendah-yaitu mencapai di bawah 2 atau 3 pesen. Tingkat inflasi
yang moderat mencapai di antara 4-10 persen. Inflasi yang sangat serius dapat
mencapai tingkat beberapa puluh atau beberapa ratus persen dalam setahun. Oleh
karena itu, kondisi semacam itu dianggap sebagai masalah dan tidak diperlukan
kebijakan khusus untuk mengatasinya. Walaupun tidak secara otomatis menurunkan
standar hidup, inflasi tetap merupakan masalah, karena dapat mengakibatkan
redistribusi pendapatan di antara anggota masyarakat, dapat menyebabkan
penurunan output dan kesempatan kerja dalam masyarakat.
Masalah inflasi disebabkan oleh
berbagai faktor, diantaranya :
1)
Inflasi
tarikan permintaan atau demand-pull
inflation
Ini merupakan bentuk inflasi yang
diakibatkan oleh perkembangan yang tidak seimbang di antara permintaan dan
penawaran barang dalam perekonomian. Setiap masyarakat tidak dapat secara
mendadak menaikkan roduksi berbagai macam barang pada ketika permintaannya
meningkat. Dalam keadaan seperti ini, apabila penawaran meningkat dengan pesat
– misalnya sebagai akibat pertambahan penawaran uang yang berlebihan, inflasi
akan berlaku.
2)
Inflasi
desakan biaya atau cosh-push inflation
Inflasi seperti ini biasanya berlaku
pada ketika kegiatan ekonomi telah mencapai kesempatan kerja penuh. Pada
tingkat ini industri-industri telah beroperasi pada kapasitas yang maksimal dan
pengangguran tenaga kerja sangat rendah. Pada tingkat kegiatan ekonomi ini
tenaga kerja cenderung untuk menuntut kenaikan gaji dan upah dan menyebabkan
peningkatan dalam biaya produksi. Biaya produksi juga meningkat sebagai akibat
kenaikan harga input – seperti biaya pengangkutan, kenaikan sewa bangunan dan
kenaikan harga bahan mentah. Kenaikan biaya produksi sebagai akibat dari
berbagai faktor ini akan mendorong para pengusaha menaikkan harga-harga yang
diproduksinya. Keadaan ini menimbulkan inflasi desakan biaya.
3)
Inflasi
diimpor atau imported inflation
Istilah ini mulai populer semenjak
tahun1970an pada ketika ekonomi dunia dilanda masalah inflasi. Sumber dari
masalah tersebut adalah kenaikan harga minyak sebanyak tiga kali lipat pada
tahun 1974 yang dilakukan oleh negara-negara produsen minyak di Timur Tengah
yang pada ketika itu merupakan produsen minyak terbesar di dunia. Minyak
Petroleum merupakan sumber energi yang penting untuk industri-industri di
negara-negara Barat. Maka secara mendadak biaya produksi industri meningkat,
yang seterusnya menyebabkan masalah inflasi. Pada periode berikutnya para
pekerja menuntut kenaikan gaji dan upah, dan tuntutan ini memperburuk lagi
masalah inflasi yang berlaku. Peristiwa tersebut bukan saja menimbulkan masalah
inflasi yang serius, tetapi juga menyebabkan berbagjai indkustri tidak dapat
menjalankan kegiatannya secara menguntungkan dan mengurangi atau menutup
operasinya. Ini mengakibatkan peningkatan dalam masalah pengangguran. Pada
ketika itu banyak negara perekonomiannya secara serentak dihadapi masalah
inflasi dan tingkat pengangguran yang tinggi dan masalah seperti itu dinamakan stagflasi.
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negative
tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila
inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat
mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan
membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi.
Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak
terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian
dirasakan lesu. Banyak orang bisnis berpendapat bahwa inflasi yang lunak
(disebut mild inflation atau creeping inflation, artinya 2-5% per
tahun) itu “tidak apa-apa”, bahkan justru dapat merangsang dunia usaha untuk
memperluas produksinya sehingga dapat menciptakan lapangan kerja. Tetapi kalau
laju inflasi lebih dari 5% apalagi kalau di atas 10% (double digit) , akibatnya tidak baik,diantaranya :
·
Dalam masa inflasi, masyarakat
enggan menabung, dan juga enggan pegang uang cah , sebab nilai riil uang terus merosot. Orang-orang kaya lebih
suka menyimpan kekayaannya dalam bentuk
barang(rumah, tanah, emas, dollar). Hal ini mendorong munculnya spekulasi
perdagangan dan dapat menciptakan inflasi yang jauh lebih hebat lagi.
·
Adanya kenaikan harga umum juga akan
menyebabkan biaya produksi meningkat, dengan akibat harga barang-barang ekspor
menjadi mahal sehingga ekspor kita makin sulit bersaing di pasar internasional.
Sebaliknya impor relatif murah, yang mendorong untuk memperbesar impor; hal ini
memberatkan Neraca Pembayaran dan merugikan produsen dalam negeri.
·
Inflasi menyebabkan nilai uang riil
merosot: akibatnya orang yang berpenghasilan tetap(nilai nominalnya tetap,
seperti gaji pegawai negeri), daya belinya terus-menerus merosot. Demikian pula
orang yang meminjamkan uang dirugikan. Sebab pada saat jatuh tempo mereka akan
menerima kembali uang mereka dengan nilai riil lebih rendah. Bila kerugian ini
mau diimbangi dengan bunga yang tinggi, maka suku bunga menjadi mahal, hal mana
pada gilirannya akan menghambat investasi.
·
Dalam masa inflasi kenaikan harga
untuk bermacam-macam barang tidak berjalan dengan laju yang sama. Hal ini menguntungkan
bagi pihak-pihak yang memiliki faktor produksi atau barang yang mengalami
kenaikan harga paling tinggi. Dalam keadaan inflasi, mereka yang kaya akan jauh
lebih bisa bertahan daripada mereka yang miskin. Yang kaya (the haves) menjadi tambah kaya, sedangkan yang miskin tambah
miskin. Dengan demikian inflasi memperburuk distribusi pendapatan di antara
warga masyarakat dan menjauhkan tercapainya keadilan sosial seperti yang kita
cita-citakan.
Inflasi ibarat suatu penyakit yang pasti selalu
menjangkit setiap negara. Oleh karena itu diperlukan peran Bank Sentral atau
semacam pihak yang mengatur jumlah peredaran uang dimasyarakat. Di Indonesia,
untuk mengendalikan inflasi dijalankan oleh pemerintah dan Bank Indonesia
dengan melaksanakan kebijakan-kebijakan dibawah ini :
1) Kebijakan
Fiskal
Kebijakan
Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi
perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan
pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk
mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih menekankan pada
pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah. Instrumen kebijakan fiskal adalah
penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak.
Kebijakan Anggaran / Politik
Anggaran :
1.
Anggaran
Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif. Anggaran
defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari
pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik
digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.
2.
Anggaran
Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif. Anggaran
surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar
daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika
perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk
menurunkan tekanan permintaan.
3.
Anggaran
Berimbang (Balanced Budget). Anggaran berimbang terjadi ketika
pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik
anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan
disiplin.
Tujuan
kebijakan fiscal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini
dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi
pemerintah (G), jumlah transfer pemerntah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang
diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y)
dan tingkat kesempatan kerja (N).
D. Ketimpangan
Neraca Pembayaran
Seperti
halnya ekonomi rumah tangga, demikian pula rumah tangga besar suatu negara
tidak dapat terus-menerus membelanjakan (membeli dari luar negeri) lebih banyak
daripada yang diterima sebagai penghasilan (hasil penjualan dari ekspor kita ke
luar negeri). Oleh karena itu, setiap negara harus berusaha agar Neraca
Pembayarannya seimbang.
Keseimbangan
yang dimaksud disini bukan keseimbangan formal saja (secara pembukuan), sebab
dengan cara pencatatan yang dipakai hal ini dengan sendirinya terjadi. Yang
penting adalah keseimbangan material (secara nyata), atau sering juga disebut basic balance.
Rekening
berjalan (Current Account) jarang
tepat seimbang, dan sewaktu-waktu dapat berubah. Yang diperhatikan adalah
rekening total. Jika jumlah penerimaan lebih besar daripada jumlah
pengeluaran/pembayaran hutang, neraca saldo disebut aktif/surplus karena
cadangan kita akan bertambah besar. Sebaliknya bila jumlah pembayaran atas
pengeluaran atau hutang lebih besar daripada jumlah penerimaan/piutang, neraca
pembayaran disebut pasif/defisit. Defisit tersebut harus ditutup dengan pembayaran
devisa sehingga cadangan devisa kita akan berkurang.
Kekurangan/kelebihan
yang sifatnya sementara itu sering kali terjadi dan boleh dikatakan “tidak
apa-apa”. Defisit sementara neraca pembayaran ditutup dengan kredit bank atau
pengiriman devisa atau diselesaikan melalui IMF.
Neraca Perdagangan Indonesia (ekspor dan impor barang)
biasanya aktif/surplus, terutama berkat adanya minyak dan gas. Akan tetapi
Neraca Jasa-jasa dan Hasil-hasil Modal sampai sekarang selalu pasif/defisit
sehingga Rekening Berjalan kerap kali defisit. Hal ini terutama disebabkan oleh karena pembayaran
hutang dan bunga hutang luar negeri dan kelemahan kita dalam hal transportasi
dan asuransi. Selama defisit tersebut masih dapat diimbangi dengan arus modal
masuk dari penanaman modal asing dan kredit/bantuan luar negeri, kita masih
selamat.
Keadaannya
menjadi gawat apabila suatu negara terus-menerus mengalami defisit. Kalau tahun
demi tahun ada kekurangan dalam Neraca Pembayaran, luar negeri belum tentu
bersedia terus-menerus memberikan kredit, pinjaman lama tidak dilunasi, beban
bunga semakin besar dan cadangan devisa semakin menipis. Ketidakseimbangan
Neraca Pembayaran secara terus-menerus itu menunjukkan suatu kepincangan yang
disebut “fundamental” atau “struktural”.
Kepincangan
struktural disebabkan karena ekspor migas merosot, sedangkan impor terus
meningkat. Juga karena struktur biaya produksi terlalu jauh berbeda dengan
negara-negara lain (ekonomi biaya tinggi). Salah satu akibatnya adalah bahwa Debt Service Ratio (DSR = jumlah
hutang-hutang jika kita bandingkan dengan atau sebagai presentase dari nilai
total ekspor) menjadi terlalu tinggi. DSr lebih dari 20% sudah dipandang
mengkhawatirkan. Padahal DSR kita sudah lebih dari 30%. Dalam situasi seperti ini, pemerintah perlu mengambil tindakan seperti
misalnya devaluasi, pembatasan impor, usaha menggalakkan ekspor, dan (yang
mungkin terpenting) membatasi pinjaman kita dari luar negeri.
E. Krisis Nilai
Tukar
Krisis mata uang yang telah
mengguncang Negara-negara Asia pada awal tahun 1997, akhirnya menerpa
perekonomian Indonesia. Nilai tukar rupiah yang semula dikaitkan dengan dolar
AS secara tetap mulai diguncang spekulan yang menyebabkan keguncangan pada
perekonomian yang juga sangat tergantung pada pinjaman luar negeri sector
swasta. Pemerintah menghadapi krisis nilai tukar ini dengan melakukan
intervensi di pasar untuk menyelamatkan cadangan devisa yang semakin menyusut.
Pemerintah menerapkan kebijakan nilai tukar yang mengambang bebas sebagai
pengganti kebijakan nilai tukar yang mengambang terkendali.
Tata Pembayaran Internasional yang
berdasarkan persetujuan Bretton Woods pada pokoknya berarti bahwa kurs valuta
ditetapkan secara resmi oleh pemerintah, dan semua negara berusaha untuk
mempertahankan kurs yang stabil.
Akan tetapi jika impor suatu negara
seperti Indonesia terus-menerus lebih besar daripada ekspornya, Neraca
Pembayarannya secara terus-menerus mengalami defisit. Karena impor harus
dibayar dengan devisa, maka permintaan akan valuta asing (untuk impor)
terus-menerus lebih besar daripada penawaran devisa (dari ekspor). Oleh karen
itu, harga valuta asing (kurs) cenderung naik sehingga ada bahaya akan muncul
perbedaan antara kurs “resmi” dengan kurs “bebas” atau bahkan kurs “gelap”.
Kalau suatu negara – meskipun dengan segala usaha stabilisasi, bahkan dengan
bantuan IMF – belum juga berhasil mengembalikan keseimbangan Neraca
Pembayarannya, maka kurs resmi yang telah ditetapkan (dan disetujui IMF) ini
tidak dapat dipertahankan lagi dan perlu disesuaikan.
Jika kurs resmi memang sudah tidak
sesuai dengan perbandingan daya beli uang, pada suatu saat nilai resmi harus
disesuaikan dengan kenyataan, yaitu dengan jalan mengubah kurs resmi.
Perubahan atau penyesuaian kurs
disebut devaluasi jika nilai tukar
mata uang nasional secara resmi diturunkan terhadap valuta lain (berarti valuta
asing dinaikkan). Perubahan/penyesuaian kurs disebut depresiasi bila nilai uang nasional itu kenyataannya merosot
sendiri.
Sebaliknya, perubahan/penyesuaian
kurs disebut revaluasi jika nilai
tukar valuta nasional resmi dinaikkan terhadap dollar dan valuta asing lainnya.
Perubahan/penyesuaian kurs disebut apresiasi
bila terjadi secara tidak resmi atau di pasar bebas.
Sejak pemerintahan Orde Baru,
pemerintah sudah empat kali melakukan devaluasi rupiah terhadap mata uang
negara lain, terutama terhadap dollar Amerika, yaitu berturut-turut pada tahun
1971, 1978, 1983 dan 1986. Karena perbedaan laju inflasi antara Indonesia dan
Amerika Serikat, maa kurs resmi setiap kali perlu “disesuaikan” lagi.
Akibatnya, impor menjadi mahal, sedangkan ekspor menjadi murah untuk pembeli di
luar negeri sehingga (diharapkan) akan naik.
Dengan revaluasi, hal yang
sebaliknyalah yang terjadi : Impor akan menjadi lebih murah, dan ekspor menjadi
lebih mahal sehingga surplus Neraca Pembayaran akan berkurang.
Pengalaman dengan devaluasi di
Indonesia menunjukkan bahwa kenaikan harga barang impor ternyata sangat
mempengaruhi tingkat harga dalam negeri, tidak hanya untuk barang yang
mengandung komponen impor, tetapi juga untuk barang yang sama sekali tidak
tergantung dari impor (ex : karcis parkir juga ikut-ikutan naik). Kenaikan
harga barang impor segera “menjalar” ke harga-harga lain sehingga laju inflasi
meningkat. Tetapi inflasi dalam negeri itu membuat harga barang ekspor kita
menjadi mahal lagi sehingga tujuan devaluasi tidak tercapai.
F. Perbankan
dan Kredit macet.
Besarnya
utang luar negeri mengakibatkan permasalahan selanjutnya pada system perbankan.
Banyak usaha yang macet karena meningkatnya beban utang mengakibatkan semakin
banyaknya kredit yang macet sehingga beberapa bank mengalami kesulitan
likuiditas. Kesulitan likuiditas makin parah ketika sebagian masyarakat
kehilangan kepercayaannya terhadap sejumlah bank sehingga terjadi penarikan
dana oleh masyarakat secarabesar-besaran (rush).
Goncangan yang terjadi pada system perbankan
menimbulkan goncangan yang lebih besar pada system perbankan secara
keseluruhan, sehingga perekonomian juga akan terseret ke jurang kehancuran.
Alasan-alasan di atas menyebabkan pemerintah memutuskan untuk menyelamatkan
bank-bankyang mengalami masalah likuiditas tersebut dengan memberikan bantuan
likuiditas. Namun untuk mengendalikan laju inflasi, bank sentral harus menarik
kembali uang tersebut melalui operasi pasar terbuka. Hal ini dilakukan dengan
meningkatnya suku bunga SBI.
Kebijakan ini kemudian menimbulkan dilema
karena peningkatan suku bunga menyebabkan beban bagi para peminjam (debitor).
Akibatnya tingkat kredit macet di system perbankan meningkat dengan pesat.
Dilema semakin kompleks di saat system perbankan mencoba mempertahankan
likuiditasyang mereka miliki dengan meningkatkan suku bungan simpanan melebihi
suku bunga pinjaman sehingga mereka mengalami kerugian yang berakibat
pengikisan modal yang mereka miliki.
Maka dari itu, untuk menghindari krisis
sistemik dan agar kepercayaan masyarakat kepada bank tidak hilang, maka ketika
bank kehabisan stok uang Bank Sentral dapat memberikan suntikkan dana sebagai
pinjaman kepada bank tersebut.
II.
MASALAH MAKROEKONOMI JANGKA PANJANG
Masalah makroekonomi
jangka panjang atau masalah yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi. Masalah ini adalah mengenai bagaimana kita “menyetir”
perekonomian yang menyangkut :
A. Pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan
kegiatan perekonomian untuk menyediakan barang dan jasa yang diproduksikan
dalam masyarakat bertambah, dan kemakmuran masyarakat meningkat. Hal ini
merupakan masalah ekonomi jangka panjang (lima tahun, sepuluh tahun, atau
bahkan dua puluh lima tahun). Oleh karena itu, kita harus menciptakan
keserasian atau keseimbangan antara pertumbuhan penduduk, pertambahan kapasitas
produksi, dan tersedianya dana untuk investasi.
Setiap Negara senantiasa mengharapkan agar
perekonomia yang dicapai mengalami peningkatan secara terus-menerus.
Peningkatan perekonomian tersebut akan memupuk investasi serta kemampuan teknik
dan pendapatan masyarakat meningkat maka perekonomian mengalami pertumbuhan.
Ciri-ciri Negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi
menurut ECAPE adalah sebagai berikut.
a. Negara
tersebut mengalami peningkatan GNP atau pendapatan perkapita dari tahun ke
tahun
b. Negara
tersebut mengalami peningkatan investasi potensial
c. Di Negara
tersebut ditemukan sumber-sumber produktif dan dapat di dayagunakan dengan
lebih baik.
Beberapa hal yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi
di Indonesia asalah sebagai berikut.
1. Masih
tingginya pengangguran dan kerentanan pasar tenaga kerja
2. Lemahnya
kegiatan investasi dan permasalahan fundamental terkait
3. Tingginya
potensi tekanan inflasi secara structural.
Sedangkan masalah pertumbuhan eknomi
jangka panjang yang dihadapi suatu negar dapat dibedakan menjadi tiga aspek,
diantaranya :
1. Aspek pertama dari masalah pertumbuhan itu bersumber
dari perbedaan di antara tingkat pertumbuhan
potensial yang dapat dicapai, dan tingkat
pertumbuhan yang sebenarnya tercapai. Dari satu tahun ke tahun lainnya
sumber-sumber daya dalam suatu negara akan mengalami pertambahan. Pertambahan
ini akan mewujudkan pertumbuhan ekonomi.
2. Aspek kedua mengenai
masalah pertumbuhan ekonomi adalah meningkatkan potensi pertumbuhan itu
sendiri.Adakalanya pertambahan potensial dari kemampuan menghasilkan
pendapatan nasional adalah tidak mencukupi untuk mengatasi masalah ekonomi yang
dihadapi.
3. Aspek ketiga mengenai masalah pertumbuhan ekonomi
adalah mengenai keteguhan pertumbuhan
ekonomi dari satu tahun ke tahun berikutnya. Pertumbuhan ekonomi tidaklah
berkembang secara linier. Seperti dengan kehidupan manusia, pertumbuhan ekonomi
ada “suka-dukanya”.
Peran pemerintah dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi
diantaranya :
1.
Mengurangi
tingkat pertumbuhan penduduk.
Dengan menjalankan program KB misalnya.
2.
Mengembangkan
teknologi.
3.
Meningkatkan
tabungan.
4.
Meningkatkan
efisiensi penanaman modal.
B. Pertambahan kapasitas produksi
Bagi Negara-negara yang masih berkembang,
usaha meningkatkan kapasitas produksi nasional merupakan keharusan. Hal
tersebut di upayakan dengan tujuan meningkatkan atau mempertaruhkan tingkat
pertumbuhan ekonomi.
Dengan
menerapkan pengembangan teknologi, bukan berarti pertambahan hasilnya nanti
berkurang atau deminishing return. Tetapi dengan pengembangan teknologi
produktivitas semakin meningkat.
C. Tersedianya dana untuk investasi
Kekurangan
Modal adalah satu ciri penting setiap negara yang memulai proses pembangunan.
Kekurangan ini bukan saja menghambat kecepatan pembangunan ekonomi yang dapat
dilaksanakan tetapi dapat menyebabkan kesulitan negara tersebut untuk lepas
dari kemiskinan.masalah kemiskinan, keterbelakangan, pengangguran dan
kekurangan modal yang terjadi disuatu negara berkembang disebabkan oleh
lingkaran yang sulit diputuskan. Lingkaran keterbelakangan dan kemiskinan
tersebut adalah pendapatan rendah menyebabkan kemampuan investasi rendah,
investasi rendah menyebabkan pemupukan modal rendah, modal rendah menyebabkan
produktivitas rendah, produktivitas rendah menyebabkan pendapatan rendah dan
seterusnya berputar tanpa terputus. Untuk mengatsi masalah-masalah tersebut,
pemeritah harus melakukan suatu program besar sehingga dapat memutuskan
lingkaran setan, misalnya melalui peningkatan kualitas SDM atau peningkatan
investasi menjadi lebih produktif.
Di
Indonesia dalam menjalankan investasi adalah mengembangkan infrastruktur yaitu
membuat jalan, jembatan, pelabuhan, lapangan terbang, sekolah dan rumah sakit.
Infrastruktur ini sangat diperlukan masyarakat. Infrasturktur dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan dapat meningkatkan efisiensi kegiatan
perusahaan. Investasi yang demikian perlu dikembangkan oleh pemerintah. Pihak
swasta akan kurang berminat mengembangkannya karena tingkat pengembalian
modalnya rendah ata susah memungut pembayaran dari pengguna-penggunanya.
Dengan
demikian, dalam menjalankan tanggung jawabnya, pemerintah membuat
peraturan-peratyran yang akan membatasi perusahaan bertindak secara tidak
bertanggung jawab, curang dan menipu masyarakat.
D.
Kemiskinan
Pada
akhir tahun 1996 jumlah penduduk miskin Indonesia sebesar 22,5 juta jiwa atau
sekitar 11,4% dari jumlah seluruh penduduk Indonesia. Namun, sebagai akibat
dari krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak pertengahan tahun 1997, jumlah
penduduk miskin pada akhir tahun itu melonjak menjadi sebesar 47 juta jiwa atau
sekitar 23,5% dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia. Pada akhir tahun
2000, jumlah penduduk miskin turun sedikit menjadi sebesar 37,3 juta jiwa atau
sekitar 19% dari jumlah seluruh penduduk Indonesia. Sekarang ditahun 2013
jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapi 40 juta jiwa dari 240 kuta jiwa
penduduk Indonesia.
Dari segi distribusi pendapatan nasional, penduduk Indonesia berada
dalam kemiskinan. Sebagian besar kekayaan banyak dimiliki kelompok
berpenghasilan besar atau kelompok kaya Indonesia.
Upaya
penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan melalui berbagai cara,
misalnya Program Inpres Data Tertinggal (IDT), pemberian kredit untuk para
petani dan pengusaha kecil berupa Kredit Usaha Kecil (KUK), Kredit Modal Kerja
Permanen (KMKP), Program Kawasan Terpadu (PKT), Program bapak Angkat, Gerakan
Nasional Orang Tua Asuh (GN-OTA) dan program wajib belajar.
E.
Hutang Luar
Negeri
Kebijakan nilai tukar
yang mengambang terkendali pada saat sebelum krisis ternyata menyimpan
kekhawatiran. Depresiasi penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
terutama dolar AS yang relative tetap dari tahun ke tahun menyebabkan sebagian
besar utang luar negeri tidak dilindungi dengan fasilitas lindung nilai
(hedging) sehingga pada saat krisis nilai tukar terjadi dalam sekejap nilai utang
tersebut membengkak. Pada tahun1997, besarnya utang luar negeri tercatat 63%
dari PDB dan pada tahun 1998 melambung menjadi 152% dari PDB. Tingkat
ketergantungan yang tinggi dari pemerintahdan sektor swasta terhadap impor dan
utang luar negeri merupakan masalah pembangunan. Impor yang tinggi jelas akan
mengurangi cadangan devisa negara. Jika cadangan devisa negara berkurang,
stabilitas ekonomi nasional akan lemah. Utang luar negeri masalah yang muncul
adalah menyangkut beban utangnya, yaitu pembayaran bunga utang setiap tahun dan
pelunasan pokok utang luar negeri.
Untuk
mengatasi ini, pemerintah melakukan penjadwalan ulang utang luar negeri dengan
pihak peminjam. Pemerintah juga menggandeng lembaga-lembaga keuangan
internasional untuk membantu menyelesaikan masalah ini seperti IMF.
Situasi yang semula depresi ekonomi di Amerika dan
Eropa adalah disana pabrik-pabrik sudah ada, tenaga kerja yang ahli dan
terampil ada, prasarana produksi seperti jalan dan jalur komunikasi ada,
bank-bank juga ada. Namun semuanya macet karena kekurangan permintaan efektif. Maka tindakan pemerintah umtuk menambah demand effective meningkatkan produksi
tanpa menimbulkan inflasi.
Situasi demikian itu tidak boleh disamakan dengan
situasi di Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya. Produksi kita masih
rendah, tidak karena kekurangan permintaan masyarakat, melainkan karena
kelemahan struktural (segi supply) :
kurang keahlian, kurang prasarana, kurang industri dan sebagainya. Demikian
pula sifat pengangguran berbeda. Bila penyakitnya berbeda, obatnyapun harus
berbeda !
III.
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Masalah konkret yang dihadapi dalam
politik ekonomi atau kebijakan ekonomi ialah bahwa tujuan-tujuan tersebut belum
tentu dapat dicapai bersama-sama. Seab kerap kali usaha untuk mencapai tujuan
yang satu terpaksa sedikit banyak harus mengorbankan tujuan yang lain. Misalnya,
untuk menciptakan lapangan pekerjaan diperlukan investasi dalam jumlah yang
besar. Tetapi investasi besar-besaran mudah menimbulkan inflasi dan memberatkan
Neraca Pembayaran karena memperbesar impor. Demikian pula usaha menstabilkan
harga beras sering bertolak belakang dengan usaha memajukan sektor pertanian
dan pemerataan pendapatan bagi petani. Jadi tantangan pemerintah dalam menerapkan kebijakan
ekonomi adalah selalu ada trade off
dalam setiap masalah ekonomi. Ada sesuatu hal yang harus dikorbankan setiap
menjalankan kebijakan ekonomi.
Untuk mencapai tujuan pembangunan
ekonomi, khususnya untuk menjaga kestabilan perekonomian nasional, pemerintah
dapat menggunakan berbagai sarana, seperti : peraturan-peraturan dan
larangan-larangan, proyek-proyek pembangunan, pajak dan subsidi maupun dengan
kebijakan-kebijakan yang lain. Semuanya itu harus dilakukan sesuai dengan
pedoman yang telah digariskan dalam GBHN dan dipertimbangkan matang-matang
berdasarkan informasi yang selengkap mungkin, pengamatan yang cermat dan hasil
penelitian. Sarana politik perekonomian yang terpenting antara lain :
1. Politik atau
kebijakan Fiskal
Kebijakan fiscal meliputi langkah langkah
pemerintah membuat perubahan dalam bidang perpajakan dan pengeluaran pemerintah
dengan untuk mempengaruhi pengeluaran agregat dalam perekonomian. Kebijakan fiscal adalah sangat penting untuk mengatasi pengangguran
yang relatif serius. Melaui kebijkan fiskal pengeluaran agregat dapat di tambah
dan langkah ini akan menaikkan pendapatan nasional dan tingkat penggunaan
tenaga kerja.
Dalam masa inflasi atau pada ketika kegiatan
ekonomi telah mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dan kenaikan harga
harga sudah semakin pesat, langkah selanjutnya harus dijalankan, yaitu pajak
dinaikan dan pengeluaran pemerintah dikurangi . Langkah ini akan menurunkan
pengurangan agregat dan tekanan inflasi dapat dikurangi.
Kebijakan Anggaran /
Politik Anggaran :
a. Anggaran Defisit (Defisit Budget) /
Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah
untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi
stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi
sedang resesif.
b. Anggaran Surplus (Surplus Budget) /
Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan
pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya.
Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi
yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
c. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika
pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik
anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan
disiplin.
2. Kebijakan
Moneter
Kebijakan
moneter meliputi langkah langkah pemerintah yang dilaksanakan oleh bank sentral
( di Indonesia bank sentral adalah bank Indonesia ) untuk mempengaruhi
penawaran uang dalam perekonomian atau mengubah suku bunga, dengan maksud untuk
mempengaruhi pengurangan agregat.
Salah satu komponen dari pengeluaran agregat
adalah investasi oleh perusahaan-perusahaan. Suku bunga yang tinggi
mempengaruhi penanaman modal dan apabila suku bunga rendah lebih banyak
penawaran modal akan dilakukan. Dengan demikian salah satu cara yang dapat
dijalankan pemerintah untuk mempengaruhi pengeluaran agregat ialah dengan
mempengaruhi penanaman modal. Apabila pengangguran berlaku dalam perekonomian, pengeluaran agregat perlu
ditambah untuk mengurangi pengangguran. Menurunkan suku bunga untuk
menggalakkan pertambahan penanman modal adalah salah satu cara untuk mencapai
tujuan tersebut. Tujuan ini dapat dicapai pemerintah dengan cara menjalankan
kebijakan moneter.
Menurut Keynes suku bunga ditentukan oleh
permintaan dan penawaran uang. Bank sentral dapat mempengaruhi penawaran uang.
Melaui alat-alat dalam kebijakan moneter pemerintah dapat menambah penawaran
uang. Cateris Paribus, pertambahan ini akan menurunkan suku bunga. Dengan
penurunan suku bunga tersebut diharapkan penanman modal akan bertambah dan
meningkatkan pengeluaran agregat. Sebagai implikasi dari perubahan ini kegiatan
ekonomi akan meningkat dan pengangguran menurun. Dalam masa inflansi langkah
sebaliknya perlu dilakukan, yaitu penawaran uang dikurangi untuk menaikkan suku
bunga. Diharapkan langkah ini dapat menurunkan investasi dan seterusnya pengeluaran agregat akan menurun. Hal ini
akan mengurangi tekanan inflasi.
Kebijakan moneter dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu:
a. Kebijakan Moneter Ekspansif
/ Monetary Expansive Policy. Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah
jumlah uang yang beredar.
b. Kebijakan Moneter
Kontraktif / Monetary Contractive Policy. Adalah suatu kebijakan dalam rangka
mengurangi jumlah uang yang beredar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat
(tight money policy).
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan
menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
a. Operasi Pasar Terbuka
(Open Market Operation). Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang
yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government
securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli
surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang,
maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat
berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari
Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar
Uang.
b. Fasilitas Diskonto
(Discount Rate). Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar
dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang
mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk
membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank
sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang
beredar berkurang.
c. Rasio Cadangan Wajib
(Reserve Requirement Ratio). Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang
yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus
disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan
rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah
menaikkan rasio cadangan wajib.
d. Himbauan Moral (Moral Persuasion). Himbauan moral adalah kebijakan moneter
untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi himbauan kepada pelaku
ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk
berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan
menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak
jumlah uang beredar pada perekonomian.
3. Politik
Harga
Kebijakan pemerintah dalam mengawasi dan mengendalikan
harga-harga agar stabilisasi ekononomi tercapai.
4. Politik
Produksi
Kebijakan pemerintah di bidang produksi dan penyaluran
barang terutama bertujuan untuk meningkatkan hasil produksi dalam negeri
sehingga kebutuhan dalam negeri dapat terpenuhi dari hasil produksi sendiri (tanpa
memberatkan Neraca Pembayaran) dan juga meningkatkan ekspor nonmigas.
5. Politik
Kesempatan Kerja
Kebijakan pemerintah mengurangi pengangguran.
6. Politik
perdagangan luar negeri
Kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan ekspor
dan impor, kurs valuta asing dan kerja sama Internasional.
Melalui UUNomor 25 tahun 2004,
bangsa Indonesia memasuki era baru dalam sejarah pembangunan nasional untuk
menjamin kegiatan pembangunan yang berjalansecara efektif, efisien, dan
bersasaran dalam rangka mewujudkan tujuan negara sebagaimana diamanahkan oleh
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
IV.
KUALITAS SDM
INDONESIA DALAM PERSAINGAN GLOBAL DENGAN MASALAH MAKROEKO YANG SEMAKIN KOMPLEKS
Masih tingginya laju pertumbuhan dan
jumlah penduduk. Meskipun telah terjadi penurunan pertumbuhan penduduk karena
menurunnya angka kelahiran, namun secara absolut pertambahan penduduk Indonesia
masih:akan meningkat sekitar 3 sampai 4 juta jiwa per tahun. Hal ini disebabkan
belum terkendalinya angka kelahiran pada tahun 1970- an, sehingga terjadi
peningkatan jumlah penduduk pasangan usia subur yang relatif lebih cepat
dibanding kelompok usia sebelumnya, atau timbulnya momentum kependudukan.Masih
tingginya tingkat kelahiran penduduk. Faktor utama yang mempengaruhi laju
pertumbuhan penduduk adalah tingkat kelahiran.
Mengenai kualitas SDM dalam masalah
makro ekonomi yang semakin kompleks yakni ekonomi abad ke-21, yang ditandai
dengan globalisasi ekonomi, merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan
perdagangan, di mana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar
yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara.
Globalisasi yang sudah pasti dihadapi oleh bangsa Indonesia menuntut adanya
efisiensi dan daya saing dalam dunia usaha. Dalam globalisasi yang menyangkut hubungan
intraregional dan internasional akan terjadi persaingan antarnegara. Indonesia
dalam kancah persaingan global menurut World Competitiveness Report menempati
urutan ke-45 atau terendah dari seluruh negara yang diteliti, di bawah
Singapura (8), Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40).
Perwujudan nyata dari globalisasi
ekonomi yang akan dihadapi bangsa Indonesia antara lain terjadi dalam
bentuk-bentuk berikut: Produksi, di mana perusahaan berproduksi di berbagai
negara, dengan sasaran agar biaya produksi menjadi lebih rendah. Hal ini
dilakukan baik karena upah buruh yang rendah, tarif bea masuk yang murah,
infrastruktur yang memadai ataupun karena iklim usaha dan politik yang
kondusif.
Pembiayaan. Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh
pinjaman atau melakukan investasi (baik dalam bentuk portofolio ataupun
langsung) di semua negara di dunia. Sebagai contoh, PT Telkom dalam
memperbanyak satuan sambungan telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas
jaringan jalan tol telah memanfaatkan sistem pembiayaan dengan pola BOT
(build-operate-transfer) bersama mitrausaha dari mancanegara.
Tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga
kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional
diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional dan\atau
buruh diperoleh dari negara berkembang. Dengan
globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas.
Jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah
dan cepat mendapatkan informasi dari negara-negara di dunia karena kemajuan
teknologi, antara lain melalui: TV, radio, media cetak dan lain-lain. Dengan
jaringan komunikasi yang semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke
berbagai belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai contoh KFC, Hoka Hoka
Bento, Mac Donald, dll melanda pasar di mana-mana.
Perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan
penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan nontarif. Dengan
demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin ketat dan fair.
Bahkan, transaksi menjadi semakin cepat karena “less papers/documents” dalam
perdagangan, tetapi dapat mempergunakan jaringan teknologi telekomunikasi yang
semakin canggih
Dengan kegiatan bisnis korporasi
(bisnis corporate) di atas dapat dikatakan bahwa globalisasi mengarah pada
meningkatnya ketergantungan ekonomi antarnegara melalui peningkatan volume dan
keragaman transaksi antarnegara (cross-border transactions) dalam bentuk barang
dan jasa, aliran dana internasional (international capital flows), pergerakan
tenaga kerja (human movement) dan penyebaran teknologi informasi yang cepat.
Sehingga secara sederhana dapat dikemukakan bahwa globalisasi secara hampir
pasti telah merupakan salah satu kekuatan yang memberikan pengaruh terhadap
bangsa, masyarakat, kehidupan manusia, lingkungan kerja dan kegiatan bisnis
corporate di Indonesia. Kekuatan ekonomi global menyebabkan bisnis korporasi
perlu melakukan tinjauan ulang terhadap struktur dan strategi usaha.
Masalah daya saing dalam pasar dunia
yang semakin terbuka merupakan isu kunci dan tantangan yang tidak ringan. Tanpa
dibekali kemampuan dan keunggulan saing yang tinggi niscaya produk suatu
negara, termasuk produk Indonesia, tidak akan mampu menembus pasar
internasional. Bahkan masuknya produk impor dapat mengancam posisi pasar
domestik. Dengan kata lain, dalam pasar yang bersaing, keunggulan kompetitif
(competitive advantage) merupakan faktor yang desisif dalam meningkatkan
kinerja perusahaan. Oleh karena itu, upaya meningkatkan daya saing dan
membangun keunggulan kompetitif bagi produk Indonesia tidak dapat ditunda-tunda
lagi dan sudah selayaknya menjadi perhatian berbagai kalangan, bukan saja bagi
para pelaku bisnis itu sendiri tetapi juga bagi aparat birokrasi,
Realitas globalisasi yang demikian
membawa sejumlah implikasi bagi pengembangan SDM di Indonesia. Salah satu
tuntutan globalisasi adalah daya saing ekonomi. Daya saing ekonomi akan terwujud bila didukung oleh SDM yang handal.
Untuk menciptakan SDM berkualitas dan handal yang diperlukan adalah pendidikan.
Sebab dalam hal ini pendidikan dianggap sebagai mekanisme kelembagaan pokok
dalam mengembangkan keahlian dan pengetahuan. Pendidikan merupakan kegiatan
investasi di mana pembangunan ekonomi sangat berkepentingan. Sebab bagaimanapun
pembangunan ekonomi membutuhkan kualitas SDM yang unggul baik dalam kapasitas
penguasaan IPTEK maupun sikap mental, sehingga dapat menjadi subyek atau pelaku
pembangunan yang handal. Dalam kerangka globalisasi, penyiapan pendidikan perlu
juga disinergikan dengan tuntutan kompetisi. Oleh karena itu dimensi daya saing
dalam SDM semakin menjadi faktor penting sehingga upaya memacu kualitas SDM
melalui pendidikan.
Salah satu problem struktural yang
dihadapi dalam dunia pendidikan adalah bahwa pendidikan merupakan subordinasi
dari pembangunan ekonomi. Pada era sebelum reformasi pembangunan dengan
pendekatan fisik begitu dominan. Hal ini sejalan dengan kuatnya orientasi
pertumbuhan ekonomi. Visi pembangunan yang demikian kurang kondusif bagi
pengembangan SDM, sehingga pendekatan fisik melalui pembangunan sarana dan
prasarana pendidikan tidak diimbangi dengan tolok ukur kualitatif pendidikan.
Problem utama dalam pembangunan sumberdaya manusia adalah terjadinya
missalocation of human resources. Pada era sebelum reformasi, pasar
tenaga kerja mengikuti aliran ekonomi konglomeratif. Di mana tenaga kerja yang
ada cenderung memasuki dunia kerja yang bercorak konglomeratif yaitu mulai dari
sektor industri manufaktur sampai dengan perbankan. Dengan begitu, dunia pendidikan
akhirnya masuk dalam kemelut ekonomi politik, yakni terjadinya kesenjangan
ekonomi yang diakselerasi struktur pasar yang masih terdistorsi.
Kenyataan menunjukkan banyak lulusan
terbaik pendidikan masuk ke sektor-sektor ekonomi yang justru bukannya memecahkan
masalah ekonomi, tapi malah memperkuat proses konsentrasi ekonomi dan
konglomerasi, yang mempertajam kesenjangan ekonomi. Hal ini terjadi karena visi
SDM terbatas pada struktur pasar yang sudah ada dan belum sanggup menciptakan
pasar sendiri, karena kondisi makro ekonomi yang memang belum kondusif untuk
itu. Di sinilah dapat disadari bahwa visi pengembangan SDM melalui pendidikan
terkait dengan kondisi ekonomi politik yang diciptakan pemerintah.
Sementara pada pascareformasi belum
ada proses egalitarianisme SDM yang dibutuhkan oleh struktur bangsa yang dapat
memperkuat kemandirian bangsa. Pada era reformasi yang terjadi barulah relatif
tercipta reformasi politik dan belum terjadi reformasi ekonomi yang substansial
terutama dalam memecahkan problem struktural seperti telah diuraikan di atas.
Sistem politik multipartai yang telah terjadi dewasa ini justru menciptakan
oligarki partai untuk mempertahankan kekuasaan.
Dengan demikian, pada era reformasi dewasa ini, alokasi SDM masih belum
mampu mengoreksi kecenderungan terciptanya konsentrasi ekonomi yang memang
telah tercipta sejak pemerintahan masa lalu. Sementara di sisi lain Indonesia
kekurangan berbagai keahlian untuk mengisi berbagai tuntutan globalisasi.
Pertanyaannya sekarang adalah bahwa keterlibatan Indonesia pada liberalisasi
perdagangan model AFTA, APEC dan WTO dalam rangka untuk apa? Bukankah
harapannya dengan keterlibatan dalam globalisasi seperti AFTA, APEC dan WTO
masalah kemiskinan dan pengangguran akan terpecahkan.
Dengan begitu, seandainya bangsa
Indonesia tidak bisa menyesuaikan terhadap pelbagai kondisionalitas yang
tercipta akibat globalisasi, maka yang akan terjadi adalah adanya gejala
menjual diri bangsa dengan hanya mengandalkan sumberdaya alam yang tak terolah
dan buruh yang murah. Sehingga yang terjadi bukannya terselesaikannya
masalah-masalah social ekonomi seperti kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan
ekonomi, tetapi akan semakin menciptakan ketergantungan kepada negara maju.
Oleh karena itu, untuk
mengantisipasi tuntutan globalisasi seyogyanya kebijakan link and match
mendapat tempat sebagai sebuah strategi yang mengintegrasikan pembangunan
ekonomi dengan pendidikan. Namun sayangnya ide link and match yang tujuannya
untuk menghubungkan kebutuhan tenaga kerja dengan dunia pendidikan belum
ditunjang oleh kualitas kurikulum sekolah yang memadai untuk menciptakan
lulusan yang siap pakai. Yang lebih penting dalam hal ini adalah strategi
pembangunan dan industrialisasi secara makro yang seharusnya berbasis
sumberdaya yang dimiliki, yakni kayanya sumberdaya alam (SDA). Kalau strategi
ini tidak diciptakan maka yang akan terjadi adalah proses pengulangan kegagalan
karena terjebak berkelanjutannya ketergantungan kepada utang luar negeri,
teknologi, dan manajemen asing. Sebab SDM yang diciptakan dalam kerangka mikro
hanya semakin memperkuat proses ketergantungan tersebut.
Bangsa Indonesia sebagai negara yang
kaya akan SDA, memiliki posisi wilayah yang strategis (geo strategis), yakni
sebagai negara kepulauan dengan luas laut 2/3 dari luas total wilayah; namun
tidak mampu mengembalikan manfaat sumber kekayaan yang dimiliki kepada rakyat.
Hal ini karena strategi pembangunan yang diciptakan tidak membangkitkan local
genuin. Yang terjadi adalah sumber kekayaan alam Indonesia semakin mendalam
dikuasai oleh asing. Sebab meskipun andaikata bangsa ini juga telah mampu
menciptakan SDM yang kualifaid terhadap semua level IPTEK, namun apabila
kebijakan ekonomi yang diciptakan tidak berbasis pada sumberdaya yang dimiliki
(resources base), maka ketergantungan ke luar akan tetap berlanjut dan semakin
dalam.
Oleh karena itu harus ada shifting
paradimn, agar proses pembangunan mampu mendorong terbentuknya berbagai
keahlian yang bisa mengolah SDA dan bisa semakin memandirikan struktur ekonomi
bangsa. Supaya visi tersebut pun terjadi di berbagai daerah, maka harus ada
koreksi total kebijakan pembangunan di tingkat makro dengan berbasiskan kepada
pluralitas daerah. Dengan demikian harapannya akan tercipta SDM yang mampu
memperjuangkan kebutuhan dan penguatan masyarakat lokal. Karena untuk apa SDM
diciptakan kalau hanya akan menjadi perpanjangan sistem kapitalisme global
dengan mengorbankan kepentingan lokal dan nasional.
Penutup
A.
Kesimpulan
Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari
berbagai macam permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih
pada negara – negara yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti
Indonesia. Indonesia tergolong negara yang masih “muda” yang sedang dala proses
pertumbuhan atau dengan kata halus disebut “sedang membangun” atau “developing country”. Dunia ekonomi kita
masih dalam transisi (peralihan) dari masyarakat tradisional menuju masyarakat
industri modern. Sisa-sisa feodalisme masih kuat dan dalam hal demokrasi kita
baru dalam tahap “belajar”. (T.Gilarso : 2002)
Maka dari itu, banyak permasalahan
makroekonomi di Indonesia. Yakni permasalahan makroekonomi jangka pendek dan
permasalahan makroekonomi jangka panjang. Dimana permasalahan makroekonomi
jangka pendek meliputi :
1. Pendapatan
Nasional potensial dan sebenarnya
2. Pengangguran
3. Inflasi
4. Ketimpangan
neraca pembayaran
5. Krisis
Nilai Tukar
6. Perbankan
dan kredit macet
Sedangkan permasalahan
makroekonomi jangka panjang meliputi :
1. Pertumbuhan
ekonomi
2. Pertambahan
kapasitas produksi
3. Tersedianya
dana untuk investasi
4. Kemiskinan
5. Hutang
luar negeri.
Masalah-masalah makroekonomi diatas masing-masing
membawa dampak yang berbeda-beda yang berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi
suatu negara juga.
Oleh karena itu, Pemerintah menciptakan
kebijakan-kebijakan makro ekonomi agar pembangunan nasional dapat
berjalan dengan baik dimana dapat mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan
makmur. Kebijakan-kebijakan tersebut diantaranya :
1. Kebijakan
Fiskal
2. Kebijakan
Moneter
3. Politik
Harga
4. Politik
produksi
5. Politik
kesempatan kerja
6. Politik
perdagangan luar negeri.
Dengan
adanya kebijakan-kebijakan pemerintah seperti diatas, diharapkan kestabilan
ekonomi suatu negara tetap terjaga.
B.
Saran
Saran saya adalah :
1. Belajarlah lebih banyak mengenai ekonomi makro dan penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari.
2. Pelajari dan amati dengan baik tentang bagaimana perkembangan Makro
Ekonomi di era Globalisasi khususnya di Indonesia.
3. Kenalilah dengan baik setiap orang yang berperan dalam perkembangan
Makro Ekonomi, karena dengan mengenalnya selain kita dapat lebih banyak
pengetahuan juga akan mempermudah kita dalam mempelajari hal baru yang di dalam
materinya terdapat tokoh yang sudah kita kenal sebelumnya.
Daftar Pustaka
Sukirno,
Sudono. 2006. Makroekonomi Teori
Pengantar –Ed.7-13.Jaakarta: PT Raja Grafindo Persada
N. Gregory
Mankiw. 2006. Makroekonomi.
Jakarta:Erlangga
Arsyad,
Lincolin. 2004. Ekonomi Pembangunan.
Penerbit : Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, Edisi ke 4, tahun 2004.
0 comments:
Post a Comment